KITAB
SHALAT
Bab Permulaan Adzan
Ibnu
Umar Ra berkata: “Ketika pertama kaum muslimin sampai di Madinah, mereka
berkumpul dan menantikan shalat. Ketika itu belum ada seruan adzan, kemudian
mereka bermusyawarah. Sebagian usul membuat bel seperti cara kaum Nasrani.
Sebagian mengusulkan terompet seperti Yahudi. Lalu Umar Ra usul supaya orang
keliling berseru: “Shalah...shalah.” Maka Nabi Saw menyuruh: “Hai Bilal,
bangunlah dan serukan: Shalah...shalah.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab
ke-10, Kitab Adzan bab ke-1 bab asal mula Adzan).
Bab Perintah Mengenapkan Bacaan Adzan
dan Gajil Iqamah
Anas Ra berkata: “Orang-orang
mengusulkan untuk menggunakan api atau terompet, tetapi mereka ingat hal itu
menyurupai Yahudi dan Nasrani. Setelah menemukan cara adzan, maka Bilal
diperintah untuk menggenapkan kalimat-kalimat adzan dan satu-satu (ganjil)
dalam bacaan iqamah.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan
bab ke-1, bab asal mula adzan).
Bab Pendengar Adzan Dianjurkan untuk
Mengikuti Kalimat Mu’adzdzin Kemudian Membaca Shalawat dan Berdo’a Memohon
Wasilah untuk Nabi
Abu
Sa’id Al-Khudri Ra berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Jika kalian mendengar
adzan maka bacalah seperti apa yang dibaca oleh mu’adzdzin.” (Dikeluarkan oleh
Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-7, bab apa yang harus dikatakan
apabila mendengar adzan). Dalam riwayat lain: “Kemudian bacakan shalawat dan
mohonkan wasilah untukkuki, maka siapa yang meminta wasilah untukku pasti
mendapat syafa’atku.”
Fadhilah Adzan dan Setan Lari Ketika
Mendegar Adzan
Abu
Hurairah Ra berkata: “Rasulullah Saw bersabda: “Jika ada seruan adzan maka
larilah setan terkentut-kentut sampai tidak lagi mendengar suara adzan. Bila
adzan telah selesai, dia datang kembali, kemudia jika iqamah lari lagi. Bila
selesai iqamah, dia kembali lagi sambil membisikan dalam hati manusia:
“Ingatlah ini, ingatlah yang tadinya tidak diingat, sampai orang tersebut
sering tidak ingat raka’at ia shalat.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada kitab
ke-10, Kitab Adzan bab ke-4, bab keutamaan Adzan)
Sunnah Menangkat Kedua Tangan di Depan
Bahu Ketika Takbiratul Ihram, Ruku’, I’tidal, dan Ketika Bangkit dari
Tasyahhdul Awal
Abdullah
bin Umar Ra berkata: “Aku pernah melihat Rasullah Saw jika berdiri sahalat
beliau mengangkat kedua tangan di depan bahunya ketika takbiratul ihram, ruku’, dan ketika bangit dari ruku’ (i’tidal) sambil membaca: “Sami’a Allahu liman hamidahu” (Allah
mendengar siapa yang memuji kepada-Nya) dan tidak mengankat kedua tanganya
ketika bersujud.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan
bab-84, bab mengangkat kedua tangan apabila bertakbir dan jika hendak ruku’
serta ketika mengangkat kepala dari rukuk’).
Abu Qibalah berkata bahwa ia telah
melihat malik bin Al-Huwairits jika takbir untuk shalat mengangkat kedua
tanganya. Begitu juga ketika akan ruku’ dan bangkit dari ruku’, lalu berkata
bahwa Rasulullah Saw telah berbuat begitu. (Dikeluarkan oleh Bukhari pada kitab
ke-10, Kitab Adzan bab ke-84, bab mengangkat kedua tangan apabila bertakbir dan
jika hendak ruku’ serta ketika menangkat kepala dari ruku’).
Membaca Takbir Setiap Bangkit dan Turun
Kecuali Ketika I’tidal (Bangun dari ruku’) maka membaca: Sami’allahu Liman Hamidah
Abu Hurairah Ra ketika mengimani
takbir tiap bangkit dan turun, setelah selesai dia berkata: “Aku contohkan
kepadamu shalatnya Rasulullah Saw.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada kitab ke-10,
Kitab Adzan bab ke-115, bab menyempurnakan takbir dan ruku’).
Abu Hurairah Ra berkata: “Jika Nabi
Saw berdiri untuk shalat, beliau takbir ketika berdiri, dan takbir ketika ruku’
dan membaca : ‘Sami’allahu lima hamidah’ ketika mengangkat punggungnya dari
ruku’, kemudia ketika berdiri membaca : ‘Rabbana wa lakal hamdu.’ Kemudian
takbir ketika akan sujud, kemudian takbir ketika sujud dua kali, kemudia takbir
ketika bangun dari sujud, dan begitulah beliau berbuat pada setiap rakaat
hingga selesai, dan juga takbir ketika bangun dari rakaat kedua sesudah duduk
tasyahhud.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-117,
bab bertakbir apabila bangung dari sujud.
Mutharif bin Abdillah berkata : ”Aku
dan Imran Husain Ra shalat dibelakang Ali bin Abi Thalib Ra, ketika sujud dia
bertakbir, bertakbir ketika bangkit, dan takbir ketika berdiri dari raka’at
kedua, dan ketika selesai shalat. Imran bin Husain memegang tanganku dan
berkata : ‘Ini mengingatkanku pada shalat Rasulullah Saw.’ Atau dengan kalimat
sungguh dia telah mencontoh shalat Nabi Muhammad Saw.” (Dikeluarkan oleh
Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-116, bab menyempurnakan takbir
dalam sujud).
Wajib Membaca Al-Fatihah Pada Setiap
Rakaat, Bila Tidak Bisa dan Tidak Mungkin Baginya Mempelajarinya Maka Boleh
Membaca Ayat Lain yang Mudah Baginya
Ubadah bin As-Shamit Ra berkata :
“Rasulullah Saw bersabda : ‘Tidak sah shalat seorang yang tidak membaca
Al-Fatihah.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-95,
bab wajibnya membaca bagi imam dan makmum pada setiap shalat).
Abu Hurairah Ra berkata : “Dalam
setiap raka’at ada bacaan, maka apa yang diperdengarkan oleh Nabi Saw kepadaku,
kami perdengarkan kepada kalian, dan apa yang dipelankan juga kami pelankan
darimu, dan jika kalian tidak menambahkan ayat lain selain Al-Fatihah, maka itu
sudah cukup, tetapi jika engkau menambah ayat atau surat yang lain maka itu
lebih baik.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab
ke-104, bab bacaan pada setiap fajar).
Abu Hurairah Ra berkata : “Ketika
Nabi Saw masuk masjid, ada juga orang yang masuk masjid lalu shalat, setelah
selesai ia datang kepada Nabi Saw dan memberi salam. Setelah di jawab oleh Nabi
Saw lalu beliau menyuruh orang itu : ‘Kembalilah shalat sebab engkau belum
shalat.’ Maka orang itu shalat kembali, lalu datang lagi memberi salam kepada
Nabi Saw, lalu diperintah untuk shalat kembali sebab engkau beluim shalat
hingga berulang tiga kali. Lalu ia berkata : ‘Demi Allah yang megutusmu dengan
hak, aku tak dapat berbuat lebih baik dari itu, maka ajarkanlah kepadaku.’ Maka
Nabi Saw bersabda : ‘Jika engkau berdiri maka takbirlah, lalu bacalah apa yang
engkau ketahui dari Al-Qur’an, kemudian ruku’ dengan tenang dan tenang
(tuma’ninah) dalam ruku’, lalu i’tidal berdiri dan tenang dalam i’tidal,
kemudian sujud dan tenang dalam sujud, kemudian duduk dan tenang dalam duduk,
kemudian sujud dan tenang dalam sujud, dan lakukan semua itu dalam semua rakaat
shalatmu.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kita ke-10, Kitab Adzan bab ke-122,
bab perintah nabi untuk mengulangi shalat bagi siapa yang tidak menyempurnakan
ruku’nya).
Pendapat Seseorang yang Menyatakan
Tidak Mengeraskan Bacaan Bismillahirrahmanirrahim
Anas Ra berkata bahwa Nabi Saw, Abu
Bakar, dan Umar memulai shalatnya dengan bacaan : ‘Alhamdulliah rabbil alamin.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab
ke-10, Kitab Adzan bab ke-89, bab apa yang dikatakan setelah takbir).
Tasyahhud
Abdullah bin Mas’ud Ra berkata :
“Dahulu ketika kami shalat bersama Nabi Saw membaca : ‘Assalamu’allalah ‘ibaadihi, Assalamu ‘ala Jibril, Assalamu ‘ala
Mika’il, Assalamu ‘ala Fulan. Ketika selesai shalat, Nabi Saw langsung
menghadapkan wajahnya kepada kami dan bersabda : ‘Sesungguhnya Allah adalah
As-Salam, maka jika seseorang duduk dalam shalat hendaknya membaca : ‘Attahiyyaatu lilahi was shalawatu watthayybaatu
assalamu ‘alaika ayyuhan nabiyu wa rahmatullahi wabarakatuh, assalamu ‘alaina
wa ‘ala ibaadilahis shalihin.’ (Segala penghormatan dan kebesaran hanyalah
milik Allah, begitu pula rahmat dan kebaikan. Selamat sejahtera atasmu hai Nabi
dan rahmat Allah serta berkah-Nya. Selamat sejahtera atas kami dan semua hamba
Allah yang shalih), maka jika membaca itu akan mencakup semua hamba yang shalih
di langit dan di bumi. ‘Asyhadu an laa
ilaha illallah, wa asyhadu anna Muhammad ‘abduhu wa rasuluhu.’ Kemudian
boleh memilih do’a sesukanya.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-79,
Kitab Meminta izin bab ke-3, bab As-Salam adalah salah satu nama Allah).
Membaca Shalawat Nabi Saw Sesudah
Tasyahhud
Abdurrahman bin Ali Laila berkata :
“Aku bertemu dengan Ka’ab bin Ujrah Ra, maka ia berkata : ‘Maukah engkau kuberi
hadiah yang telah kudengar dari Rasulullah Saw ?’ Aku menjawab : ‘Baiklah,
berikan kepadaku.’ Ka’ab berkata : ‘Kami bertanya pada Rasulullah : ‘Ya
Rasulullah, bagaimanakah cara membaca shalawat atas kalian wahai ahlul bait,
karena Allah telah mengajarkan kepada kami bagaimana memberi salam kepadamu?’ Maka
Nabi Saw bersabda : Katakanlah : ‘Allahumma
shalli ala Muhammad wa ‘ala aali Muhammad, kama shallaiata ‘ala Ibrahim wa ‘ala
aali Ibrahim innaka hamidun majid, Allahumma baarik ‘ala Muhammad wa ‘ala aali
Muhammad, kama baarakta ala Ibrahim wa aali Ibrahim innaka hamidun majid.’ (Ya
Allah limpahkan rahmat-Mu kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana
Engkau limpahkan pada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, dan berkatilah Muhammad dan
keluarga Muhammad sebagaimana Engkau memberkati Ibrahim dan keluarga Ibrahim,
sungguh Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia).” (Dikelurakan oleh Bukhari pada
Kitab ke-60, Kitab Para Nabi bab ke-10, bab telah menceritakan kepada kami Musa
dan Ismail).
Abu Humaid As-Sa’di Ra berkata :
“Sahabat bertanya tentang bagaimana cara membaca shalawat atasmu ya Rasulullah.
Maka Nabi Saw bersabda : Allahumma shalli
‘ala Muhammad wa azwajihi wa dzurriyyatihi kama shallaita ‘ala aali Ibrahim, wa
baarik ‘ala Muhammad wa azwajihi wa dzurriyatihi kama baarakta ala aali Ibrahim
innaka hamidun majid.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-60, Kitab
Para Nabi bab ke-10, bab telah menceritakan kepada kami Musa dan Ismail).
Bacaan Sami’allahu Liman Hamidahu dan
Aamin
Abu Hurairah Ra berkatam :
“Rasulullah Saw bersabda : ‘Jika imam membaca : ‘Sami’allahu liman hamidah, maka bacalah : ‘Rabbana walakal hamdu.’ Maka siapa yang bacanya bertepatan dengan
bacaan Malaikat, diampuni semua dosanya yang telah lalu. (Dikeluarkan oleh
Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-125, bab keutamaan membaca do’a
wahai Rabb kami dan bagimu segala pujian).
Abu Hurairah Ra berkata :
“Rasulullah Saw bersabda : ‘Jika kalian mengucapkan ‘aamin’ dan malaikat
dilangit juga mengucapkanya ‘aamin,’ hingga bertepatan yang satu dengan yang
lain, diampuni dosanya yang telah lalu.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab
ke-10, Kitab Adzan bab ke-112, bab keutamaan membaca Aamin).
Makmum Harus Mengikuti Imam
Anas bin Malik Ra berkata :
“Rasulullah Saw jatuh dari kendaraanya sehingga luka dan sakit pinggang
kananya, kemudian kami datang menjenguk dan bertepatan tiba waktu shalat, maka
beliau shalat bersama kami sambil duduk, kami juga shalat duduk, dan ketika telah
selesai beliau bersabda : ‘Sesungguhnya imam itu dijadikan untuk diikuti, maka
bila imam takbir, takbirlah kalian, dan jika ruku’ maka ruku’lah kamu, dan jika
bangun maka bangunlah, dan jika membaca : ‘Sami’allahu
liman hamidah,’ bacalah : ‘Rabbana wa
lakal hamdu,’ dan jika imam sujud, maka sujudlah kalian.” (Dikeluarkan oleh
Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-128 bab menjatuhkan diri untuk
bersujud dengan membaca takbir).
‘Aisyah Ra berkata : “Ketika
Rasulullah Saw sedang sakit maka beliau shalat sambil duduk di rumahnya dan
orang-orang shalat di belakangnya sambil berdiri, maka Nabi Saw memberi isyarat
kepada mereka supaya duduk, dan ketika selesai, beliau bersabda : ‘Sesungguhny
imam diikuti, maka jika ruku’ maka ruku’lah, dan bila berdiri maka berdirilah
kamu, dan bila imam shalat sambil duduk maka shalatlah kalian sambil duduk.”
(Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-51, bab
sesungguhnya imam dijadikan untuk diikuti).
Abu Hurairah Ra berkata : “Nabi Saw
bersabda : ‘Sesungguhnya imam dijadikan untuk diikuti, maka jika ia takbir
takbirlah kamu, bila ruku’ ruku’lah kamu, dan jika membaca : ‘Sami’allahu liman hamidahu, maka
sambutlah dengan ucapan : ‘Rabbana wa
lakal hamdu,’ dan bila imam sujud maka sujudlah kamu semua sambil duduk.”
(Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-82, bab wajibnya
takbir dan iftitah shalat).
Jika Imam
Udzur (Berhalangan) Maka Bisa Digantikan Orang Lain
Ubaidullah bin Abdullah bin ‘Utbah
Ra berkata : “Aku masuk ke tempat ‘Aisyah Ra untuk minta riwayat sakitnya Nabi
Saw, ‘Aisyah Ra berkata : ‘Ketika sakit beliau semakin berat, beliau bertanya :
‘Apakah orang-orang sudah shalat?’ Aku menjawab : ‘Belum, mereka masih
menantikanmu.’ Nabi Saw bersabda : ‘Sediakan air di ember.’ Setelah disediakan,
beliau duduk dan mandi, ketika beliau hendak bangun, tiba-tiba pingsan.
Kemudian setelah sadar, beliau bertanya : ‘Apakah orang-orang sudah shalat?’
Aku menjawab : ‘Belum, mereka menantikanmu ya Rasulullah.’ Nabi Saw bersabda :
‘Sediakan air untukku di ember.’ Kemudian beliau duduk dan mandi. Ketika bangun
tiba-tiba pingsan, sesudah sadar beliau bertanya : ‘Apakah orang-orang sudah
shalat?’ Aku menjawab : ‘Belum, mereka menunggu ya Rasulullah.’ Kemudian beliau
minta disediakan air di ember, lalu duduk dan mandi. Ketika akan bangun
tiba-tiba beliau pingsan lagi. Sesudah sadar beliau bertanya : ‘Apakah
orang-orang sudah shalat?’ Aku menjawab : ‘Belum, mereka menunggumu ya
Rasulullah.’ Ketika itu orang banyak masih setia menanti Nabi Saw di masjid
untuk shalat Isya’. Lalu Nabi Saw menyuruh Abu Bakar untuk mengimami
orang-orang. Ketika utusan memberitahu pada Abu Bakar bahwa Rasulullah
menyuruhnya agar mengimami orang-orang, maka Abu Bakar berkata kepada Umar :
‘Hai Uma shalatlah engkau sebagai imam terhadap orang-orang.’ Umar menjawab :
‘Engkau yang lebih layak (berhak).’ Maka Abu Bakarlah yang mengimami shalat
dalam beberapa hari itu. Kemudian Nabi Saw merasa penyakitnya ringan, maka
beliau keluar dengan dituntun oleh dua orang yang satu Al-Abbas untuk shalat
Dzuhur ketika itu Abu Bakar mengimami orang-orang. Ketika Abu Bakar melihat
Nabi Saw, maka ia berniat mundur, tetapi diberi isyarat oleh Nabi Saw agar
tidak mundur, lalu Nabi Saw berkata kepada dua orang yang menuntunya : ‘Dudukkan
aku disamping Abu Bakar.’ Maka Abu Bakar bermakmum pada Nabi Saw dan
orang-orang bermakmum pada Abu Bakar Ra. Ketika itu Nabi Saw shalat sambil
duduk. ‘Ubaidillah berkata : ‘Lalu aku masuk ke tempat Abdullah bin Abbas dan
berkata : ‘Maukah kuceritakan kepadamu apa yang telah diceritakan kepadaku oleh
‘Aisyah tentang sakit Rasulullah Saw?’ Ibnu Abbas Ra menjawab : ‘Ceritakanlah,
apa itu?’ Lalu aku menceritakan semua keterangan ‘Aisyah, maka ia tidak
menyalahkan satupun, ia hanya bertanya : ‘Apakah ‘Aisyah menyebutkan kepadamu
nama orang kedua?’ Aku menjawab : ‘Tidak.’ Ibnu Abbas berkata : itu Ali Ra.”
(Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-51, bab
sesungguhnya imam dijadikan supaya diikuti).
‘Aisyah Ra berkata : “Ketika sakit
Nabi Saw telah berat, beliau minta izin pada isteri-isterinya untuk dirawat di
rumahku, maka semua isterinya mengizinkan. Maka ia keluar dipapah oleh dua
orang dengan kaki beliau menyeret ke tanah antara Al-Abbas dan orang lain.
‘Ubaidillah berkata : ‘Maka kuceritakan keterangan itu kepada Ibnu Abbas, lalu
ia bertanya : ‘Tahukah engkau siapa orang yang tidak disebut namanya oleh
‘Aisyah itu?’ Aku menjawab : ‘Tidak.’ Ibnu Abbas berkata : ‘Dia adalah Ali bin
Abi Thalib Ra.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-51, Kitab Pemberian bab
ke-14, bab pemberian suami kepada isterinya dan istri kepada suaminya).
‘Aisyah Ra berkata : “Tak ada
keinginannku untuk menolak usul Rasulullah Saw dengan menjadikan Abu Bakar
sebagai imam, melaikan karena aku tidak yakin sepeninggal Rasulullah
orang-orang akan mencintai pengganti beliau. Aku juga berpendapat bahwa setiap
orang yang menggantikan tempat beliau, pastilah orang-orang akan kecewa
padanya. Karena itu aku ingin Nabi Saw mengganti Abu Bakar dengan orang lain.”
(Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-64, Kitab Peperangan bab ke-83, bab
sakitnya Nabi Saw dan wafanya beliau).
‘Aisyah Ra berkata : “Ketika Nabi
Saw menderita sakit yang menyebabkan wafatnya, tibalah waktu shalat dan adzan
pun dikumandangkan, beliau bersabda : ‘Suruhlah Abu Bakar mengimami
orang-orang.’ Lalu ada orang yang berkata kepada beliau : ‘Sesungguhnya Abu Bakar
seseorang yang tidak dapat menahan perasaan, lemah hati, mudah menangis, jika
berdiri di tempatmu pasti tidak bisa mengimami.’ Maka Nabi Saw mengulangi
perintahnya, dan mereka juga mengulangi sanggahanya, sehingga pada ketiga
kalinya Nabi Saw bersabda : ‘Kalian seperti para wanita yang bersekongkol terhadap
Nabi Yusuf, suruhlah Abu Bakar suapaya mengimami orang-orang.’ Maka keluarlah
Abu Bakar dan shalat dengan orang-orang, tiba-tiba Nabi Saw merasa penyakitnya
membaik, lalu keluar dipapah oleh dua orang sedang kakinya terseret ke tanah
karena sakitnya. Lalu Abu Bakar bermaksud mundur, tetapi diberi isyarat oleh
Nabi Saw agar tetap pada tempatnya. Kemudian Nabi Saw didudukan disamping Abu
Bakar. Nabi Saw pun shalat dan Abu Bakar mengikuti Nabi Saw sedang orang-orang
mengikuti Abu Bakar Ra.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab
Adzan bab ke-39, bab batasan orang yang sakit untuk shalat berjamaah).
‘Aisyah Ra berkata : “Ketika sakit
Nabi Saw telah berat, datanglah bilal memberitahu telah masuk waktu shalat,
maka Nabi Saw bersabda : ‘Suruhlah Abu Bakar mengimami orang-orang.’ Maka aku
berkata : ‘Ya Rasulullah, Abu Bakar seorang yang lemah hati, bila ia berdiri
ditempatmu pasti tidak dapat bersuara (karena menangis), sebaiknya engkau
menyuruh Umar.’ Nabi Saw bersabda : ‘Suruhlah Abu Bakar mengimami orang-orang.’
Maka aku berkata kepada Hafshah : ‘Katakan kepada Nabi Saw bahwa Abu Bakar
seorang yang lemah hati, bila berdiri ditempatmu pasti tidak memperdengarkan
suaranya pada orang-orang, sebaiknya beliau menyuru Umar.’ Maka Nabi Saw
bersabda : ‘Kalian seperti wanita yang bersekongkol terhadap Nabi Yusuf.’
‘Suruhlah Abu Bakar mengimami orang-orang.’ Ketika Abu Bakar shalat tiba-tiba
Nabi Saw merasa penyakitnya membaik. Beliau bangun dengan dituntun oleh dua
orang sementara kedua kakinya terseret ditanah sampai masuk masjid. Ketika Abu
Bakar merasakan kedatangan Nabi, dia bermaksud untuk mundur, Nabi langsung
memberi isyarat agar tetap ditempatnya. Lalu Nabi Saw duduk disebelah kiri Abu
Bakar. Ketika itu Abu Bakar shalat sambil berdiri sedang Nabi Saw shalat sambil
duduk, Abu Bakar mengikuti shalat Nabi Saw, dan orang-orang mengikuti shalat
Abu Bakar Ra.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab
ke-68, bab seorang laki-laki mengikuti imam, sedangkan orang-orang mengikuti
laki-laki yang menjadi makmum tersebut).
Anas bin Malik (pelayan Nabi Saw dan
sahabatnya) Ra berkaya : “Abu Bakar tetap mengimami orang-orang di masa
sakitnya Nabi Saw hingga beliau wafat. Ketika itu hari Senin, saat orang
berbaris untuk shalat, tiba-tiba Nabi Saw membuka tabir kamarnya melihat ke
arah kami sambil berdiri, mukanya bagaikan kertas putih, kemudia tersenyum
sehingga kami hampir batal shalat karena sangat gembira melihat Nabi Saw.
Ketika itu Abu Bakar bermaksud mundur ke belakang untuk pindah ke shaff di
belakangnya sebab mengira Nabi Saw akan keluar, tetapi beliau memberi isyarat
agar Abu Bakar meneruskan shalatnya. Beliau lalu menutup kembali tabirnya, maka
wafatlah beliau pada hari itu.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10,
Kitab Adzan bab ke-46, bab seorang ahli ilmu dan memiliki kelebihan lebih
berhak untuk menjadi imam).
Anas Ra berkata : “Nabi Saw tidak
keluar selama tiga hari, kemudian ketika tiba waktu shalat dan Abu Bakar telah
maju sebagai imam, tiba-tiba Nabi Saw membuka tabir rumahnya sehingga tampak
wajah beliau. Kami tidak pernah melihat pemandangan yang menakjubkan selain
wajah beliau ketika kami bisa melihat wajah Nabi Saw dengan jelas. Maka Nabi
Saw memberi isyarat kepada Abu Bakar supaya maju mengimami.Nabi Saw lalu
menutup tabir dan tidak dapat ditemui lagi hingga beliau wafat.” (Dikeluarkan
oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-46, bab seorang ahli ilmu dan
memiliki kelebihan lebih berhak untuk menjadi imam).
Abu Musa Ra berkata : “Ketika sakit
Nabi Saw telah keras, beliau menyuruh : ‘Suruhlah Abu Bakar mengimami
orang-orang.’ ‘Aisyah Ra berkata : ‘Abu Bakar seorang yang lemah hati, jika ia
berdiri di tempatmu maka tidak akan dapat mengimami orang-orang.’ Nabi Saw
bersabda : ‘Suruhlah Abu Bakar mengimami orang-orang.’ ‘Aisyah mengulangi
perkataanya, maka Nabi Saw bersabda : ‘Suruhlah Abu Bakar untuk mengimami
orang-orang, kalian ini sama dengan wanita yang bersekongkol terhadap Nabi
Yusuf.’ Maka pesuruh Nabi Saw memberi tahu kepada Abu Bakar.’ Dia pun selalu
mengimami orang-orang di masa hidup Nabi Saw.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada
Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-46, bab orang yang berilmu lebih berhak untuk
menjadi imam).
Jama’ah
Boleh Mengangkat Imam Jika Imam Terlambat Datangnya dan Dikhawatirkan Kehabisan
Waktu
Sahl bin Sa’ad As-Sa’di Ra berkata :
“Rasulullah Saw pergi ke suku Bani Amr bin Auf untuk mendamaikan mereka, maka
tibalah waktu shalat dan mu’adzdzin bertanya pada Abu Bakar : ‘Apakah engkau
bersedia mengimami orang-orang? Biar aku iqamah.’ Abu Bakar menjawab :
‘Baiklah.’ Ketika Abu Bakar mulai shalat, tiba-tiba Rasulullah datang dan masuk
dalam barisan shaff, maka orang-orang bertepuk tangan mengingatkan Abu Bakar.
Ketika suara tepuk tangan semakin membahana, Abu Bakar menoleh dan melihat
Rasulullah Saw, Rasulullah Saw memberi isyarat padanya agar tetap di tempat.
Lalu Abu Bakar mengangkat kedua tangannya dan memuji Allah atas apa yang
diperintahkan Nabi Saw itu. Kemudian ia mundur sehingga masuk (sejajar) dalam
shaff dan majulah Rasulullah Saw untuk menjadi imam. Setelah selesai shalat
Nabi Saw bertanya : ‘Hai Abu Bakar, mengapakah engkau tidak tetap di tempat
ketika aku menyuruhmu?’ Abu Bakar menjawab : ‘Tidak layak putra Abu Qunafah
shalat di depan Rasulullah Saw.’ Lalu Nabi Saw bertanya kepada para sahabat :
‘Mengapa kalian bertepuk tangan? Siapa merasa atau meragukan sesuatu dalam
shalat dan bermaksud mengingatkan, hendaknya bertasbih (membaca : Subhanallah), karena bila bertasbih,
imam akan menoleh. Sedangkan tepuk tangan hanya bagi wanita.” (Dikeluarkan oleh
Bukhari pada Kitan ke-10, Kitab Adzan bab ke-48, bab seseorang masuk untuk
menjadi imam lalu datang imam utama, maka orang tersebut mundur).
Membaca
Subhanallah untuk Laki-laki dan Tepuk Tangan bagi Wanita
Abu Hurairah Ra berkata : “Nabi Saw
bersabda : ‘Membaca Subhanallah itu bagi laki-laki, dan tepuk tangan bagi
wanita.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab Amalan dalam shalat bab ke-5, bab
tepuk tangan bagi perempuan). Maksudnya; jika terjadi kesalahan dalam shalat
yang perlu diingatkan.
Perintah Supaya Menyempurnakan Shalat
dan Khusyu’
Abu Hurairah Ra berkata : “Rasulullah
Saw bersabda : ‘Apakah kalian melihat kiblatku di sini? Demi Allah, tiada
tersembunyi dariku khusyu’ kalian dan ruku’ kalian. Sungguh aku dapat melihat
kalian dari belakang punggungku.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab Shalat
bab ke-40, bab nasehat imam kepada orang-orang untuk menyempurnakan shalat dan
menyebutkan tentang kiblat).
Anas bin Malik Ra berkata : “Nabi
Saw bersabda : ‘Sempurnakan ruku’ dan sujudmu, maka demi Allah sesungguhnya aku
bisa melihat dari belakangku, dari belakang punggungku jika kalian ruku’ dan
sujud.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-88, bab
khusyu’ dalam shalat).
Larangan Mendahului Imam dalam Ruku’
atau Sujud dan Lain-lain
Abu Hurairah Ra berkata : “Nabi Saw
bersabda : ‘Apakah seseorang tidak takut jika mengangkat kepalanya sebelum
imam, Allah menukar kepalanya dengan kepala himar atau menukar bentuknya
menjadi bentuk himar?” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan
bab ke-53, bab dosa bagi siapa yang mengangkat kepalanya sebelum imam).
Meluruskan dan Merapatkan Barisan
Anas Ra berkata : “Nabi Saw bersabda
: ‘Luruskan barisanmu, karena sesungguhnya meluruskan barisan itu termasuk
bagian dalam menegakkan (menyempurnakan) shalat.” (Dikeluarkan oleh Bukhari
pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-74, bab meluruskan shaf adalah bagian dari
kesempurnaan shalat).
An-Nu’man bin Basyir Ra berkata : “Nabi
Saw bersabda : ‘Hendaklah kalian meluruskan barisanmu, atau jika tidak, maka
Allah akan merubah bentuk wajahmu.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10,
Kitab Adzan bab ke-71, bab meluruskan shaf ketika iqamah dan setelahnya).
Abu
Hurairah Ra berkata : “Rasulullah Saw bersabda : ‘Andaikan orang-orang
mengetahui pahala adzan dan berada pada shaff pertama, kemudian untuk
mendapatkan itu harus diundi, pasti mereka akan mengundinya. Andaikan mereka
mengetahui pahala datang lebih dahulu untuk shalat jama’ah, pasti mereka akan
berlomba. Andaikan mereka mengetahui pahala shalat isya’ dan subuh berjama’ah,
pasti mereka akan mendatanginya meskipun sambil merangkak.” (Dikeluarkan oleh
Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-9, bab undian untuk adzan)
Shaff Wanita di Belakang Lelaki, dan
Tidak Boleh Mengangkat Kepala Sebelum Lelaki
Sahl bin Sa’ad Ra berkata : “Ada
beberapa lelaki yang shalat bersama Nabi Saw sambil mengikatkan sarung mereka
ke leher bagaikan anak kecil. Dikatakan pula pada para wanita : Jangan
mengangkat kepala sampai para lelaki duduk tegak.” (Dikeluarkan oleh Bukhari
pada Kitab ke-8, Kitab Shalat bab ke-6, bab jika keadaan baju sempit)
Bolehnya Wanita Keluar ke Masjid Jika
Tidak Khawatir Menjadi Fitnah
Ibnu Umar Ra berkata : “Nabi Saw
bersabda : ‘Jika isteri minta izin untuk ke masjid, maka jangan menolaknya.”
(Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-67, Kitab Nikah bab ke-116, bab seorang
isteri meminta izin kepada suaminya untuk pergi ke masjid atau selainya)
Ibnu Umar Ra berkata : “Isteri Umar
biasa menghadiri shalat Isya’ dan subuh berjama’ah di masjid, dan ketika
ditegur : ‘Mengapa engkau keluar? Padahal engkau mengetahui bahwa Umar tidak
senang dan sangat cemburu?’ Dia menjawab : ‘Mengapa ia tidak melarangku?’
Dijawab : ‘Yang membuatnya tak berani melarang karena sabda Rasulullah Saw :
‘Jangan menahan hamba Allah wanita untuk pergi ke masjid Allah.” (Dikeluarkan
oleh Bukhari pada Kitab ke-11, Kitab Jum’at bab ke-13, bab telah menceritakan
kepada kami Abdullah bin Muhammad)
‘Aisyah Ra berkata : “Andaikan
Rasulullah Saw mengetahui apa yang dilakukan wanita, tentu beliau melarang
mereka pergi ke masjid, sebagaimana wanita-wanita Bani Isra’il telah dilarang.”
(Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-163, bab
orang-orang menunggu munculnya imam yang berpengetahuan)
Bacaan Shalat yang Tidak Terlalu Keras
dan Tidak Terlalu Pelan
Ibnu Abbas Ra berkata : “Ketika
diturunkan ayat : “Jangan kalian
mengeraskan bacaan shalatmu dan jangan terlalu pelan.” Rasulullah masih
sembunyi di Makkah, sehingga beliau membaca dengan suara lantang akan didengar
oleh kaum musyrikin lalu mereka memaki Al-Qur’an, Tuhan yang menurunkanya, dan
Nabi yang membawanya. Karena itu Allah menurunkan ayat : “Jangan kalian mengeraskan bacaan shalatmu dan jangan terlalu pelan.” Dan
janganlah engkau mengeraskan bacaan shalatmu sehingga didengar oleh kaum musyrikin,
dan jangan terlalu perlahan sehingga tidak terdengar oleh sahabatmu. Lakukanlah
di tengah antara keduanya, yakni perdengarkan pada sahabatmu sehingga mereka
dapat mempelajari Al-Qur’an darimu.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab
ke-97, Kitab Tauhid bab ke-34, bab firman Allah : Allah menurunkanya dengan
pengetahuan-Nya dan para malaikat menyaksikanya)
Mendengar Bacaan
Ibnu Abbas Ra berkata mengenai ayat
: “Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk
(membaca) Al-Qur’an karena hendak cepat-cepat denganya.” Ibnu Abbas berkata
: “Apabila Jibril turun membawa wahyu, Nabi Saw selalu menggerakan lidah dan
bibirnya sampai beliau merasa berat karenanya, lalu Allah menurunkan ayat :
“Aku bersumpah dengan hari kiamat,” “Janganlah
kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al-Qur’an karena hendak cepat-cepat
denganya. Sesungguhnya tanggungan Kami-lah mengumpulkan dan membacanya.” Ibnu
Abbas menjelaskan, (yaitu) kewajiban Kami (Allah) untuk mengumpulkan di dalam
dadamu dan juga bacaanya. “Apabila Kami telah selesai membacakanya, maka
ikutilah bacaan itu” yaitu, apabila kami telah menurunkanya, lalu dengarkanlah
“Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah penjelasanya.” Yaitu,
kewajiban Kami-lah untuk menjelaskanya dengan lisanmu. Sesudah turun ayat ini,
jika Nabi Saw didatangi Jibril, beliau hanya diam. Jika Jibril telah pergi,
beliau membacanya seperti yang telah dijanjikan Allah kepadanya.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-65,
Kitab Tafsir bab ke-2, bab firman Allah (maka apabila kami telah membacanya)
Ibnu Abbas Ra berkata : “Dahulu Nabi
Saw merasa sukar dan berat ketika menerima wahyu, sebab beliau selalu
menggerakkan bibirnya.” Ibnu Abbas berkata : “Aku menggerakkan bibirku kepadamu
untuk mencontohkan Nabi Saw.” Sa’id bin Jubair yang meriwayatkan dari Ibnu
Abbas yang berkata : “Aku juga menggerakkan bibirku sebagaimana Ibnu Abbas
menggerakkan bibirnya.” Maka Allah menurunkan ayat : :Jangan kamu menggerakkan lidahmu untuk (membaca) Al-Qur’an yang turun
padamu. Sungguh kami akan mengumpulkan wahyu itu dalam dadamu dan membacakanya.
Maka Kami bacakan, maka dengar dan perhatikan serta ikutilah bacaanya, kemudian
Kami juga yang akan menerangkanya kepadamu.” Maka sejak itu jika Nabi Saw
didatangi Jibril, beliau hanya menundukkan kepada dan bila telah selesai Jibril
membacanya beliau baca sebagaimana bacaan Jibril.” (Dikeluarkan oleh Bukhari
pada Kitab ke-1, Kitab Permulaan Wahyu bab ke-4, bab telah menceritakan kepada
kami Musa bin Ismail)
Membaca dengan
Suara Keras Ketika Shalat Subuh dan Pelajaran kepada Jin
Ibnu Abbas Ra berkata : “Nabi Saw
pergi bersama beberapa orang sahabatnya menuju Pasar ‘Ukadz. Ketika itu setan
telah dihalangi untuk mendegarkan berita dari langit, dan dilempari dengan bola
api yang membakar mereka sehingga mereka kembali dengan kecewa dan berkata
kepada kaumnya : ‘Ada apa ini? Kini kami telah dihalang untuk mendengar berita
dari langit, bahkan kami dilempari bola api.’ Mereka juga berkata : ‘Tidak
mungkin semua ini terjadi kecuali ada hal yang baru, karena itu harus
diselidiki sampai ke ujung timur dan barat, apakah kejadian itu?’ Maka
berangkatlah rombongan menuju Tuhamah, tempat dimana Rasulullah Saw telah
sampai di Nakhlah sedang shalat subuh bersama sahabat. Ketika jin-jin itu
mendengar Al-Qur’an, mereka langsung berkata : ‘Demi Allah, inilah yang
menghalangi kami untuk mendapat berita dari langit.’ Dari situ mereka lalu
kembali kepada kaumnya dan berkata : “Wahain
kaumku, sungguh kami telah mendengar Al-Qur’an yang sangat mengagumkan,
membimbing kejalan yang lurus dan kami langsung percaya dan tidak akan
mempersekutukan Tuhan kami dengan siapa pun.” Maka Allah menurunkan wahyu
kepada Nabi Saw : “Katakanlah, telah
diwahyukan kepadaku bahwa beberapa rombongan jin telah mendengar bacaan
Al-Qur’an.” Sedang yang diwahyukan itu adalah apa yang dikatakan oleh jin
itu.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-105, bab
mengeraskan bacaan pada shalat subuh)
Bacaan dalam Shalat
Zhuhur dan Ashar
Abu Qatadah Ra berkata : “Rasulullah
Saw selalu membaca Al-Fatihah dan dua surat pada du raka’at pertama shalat
zhuhur. Beliau memanjangkan surat pada raka’at pertama dan memendekkanya pada
raka’at kedua, terkadang juga beliau memperdengarkan suara bacaanya. Begitu
juga shalat ashar, beliau selalu membaca Al-Fatihah dan dua surat. Beliau juga
memanjangkan bacaan pada raka’at pertama. Beliau juga memanjangkan bacaan surat
pada raka’at pertama shalat subuh dan memendekkan pada raka’at kedua.”
(Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-19, Kitab Adzan bab ke-96, bab bacaan
pada shalat zhuhur)
Jabir bin Samurah Ra berkata :
“Penduduk Kufah mengadukan Sa’ad bin Abi Waqash kepada Umar bin Al-Khathtab Ra,
maka Umar memecat Sa’ad dan menggantinya dengan Ammar bin Yasir Ra. Dalam
pengaduan itu mereka berkata bahwa Sa’ad tidak pandai shalat, sehingga
dipanggil oleh Umar dan ditanya : ‘Hai Abu Ishaq, orang-orang ini menganggap
engkau tidak pandai shalat.’ Abu Ishaq (Sa’ad) menjawab : ‘Demi Allah, aku
shalat dengan mereka sebagaimana shalatnya Nabi Saw, tidak menyalahi dari
padanya sedikitpun. Pada shalat isya’ aku bacakan surat dalam raka’at pertama
dan kedua, sedang ketiga dan keempat tanpa surat.’ Umar Ra berkata :
‘Demikianlah perkiraan kami terhadap dirimu.’ Lalu Umar mengirimnya kembali ke
Kufah dengan beberapa orang saksi untuk menanyakan kepada penduduk Kufah. Tak
satu masjid pun terlewat untuk di masuki dan menanya orang-orang disitu. Ternyata
semuanya memuji terhadap Sa’ad, sampai masuk ke masjid Bani Abas, lalu orang
bernama Usamah bin Qatadah yang digelari Abu Sa’dah berkata : ‘Jika engkau
menanyakan perihal Sa’ad, maka dia tidak suka keluar dalam sariyah (perang kecil), tidak membagi secara rata, dan tidak adil
dalam memutuskan hukum.’ Sa’ad bin Abi Waqash Ra berkata : ‘Demi Allah, aku
akan berdo’a tiga macam : ‘Ya Allah, jika orang ini berdusta dan hanya untuk
mencari nama, maka panjangkan umurnya; teruskan kefakiranya; dan timpakanlah
kepadanya berbagai godaan (fitnah).’ Setelah usai orang tersebut menjadi renta,
ia berkata : ‘Akulah orang tua yang tergoda, aku terkena do’anya Sa’ad bin Abi
Waqash.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-95, bab
imam dan makmum wajib membaca Al-Qur’an dalam semua shalat) Abdul Malik, Salah
seorang yang meriwayatkan hadits ini berkata : “Aku sendiri melihat orang itu
(Usamah bin Qatadah) telah renta sampai kedua alisnya turun ke matanya dan suka
duduk di jalan untuk menganggu para wanita.”
Bacaan Shalat Subuh
dan Maghrib
Abu Barzah Ra berkata : “Nabi Saw
shalat subuh dan kami bisa mengenali orang yang berada di dekatnya (karena
telah terang). Ketika itu beliau membaca antara enam puluh hingga seratus ayat.
Bila beliau shalat zhuhur, maka (saat itu) matahari telah tergelincir. Kemudian
beliau melakukan shalat ashar dan salah seorang diantara kami pergi ke pinggir
Madinah lalu kembali lagi, sedangkan matahari belum terbenam. Beliau juga tidak
mempermasalahkan untuk mengakhirkan shalat isya hingga sepertiga malam.
(Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-9, Kitab Waktu-waktu shalat bab ke-11,
bab waktu shalat zhuhur ketika tergelincirnya matahari)
Ibnu Abbas Ra berkata : “Ketika
Ummul Fadhl mendengar Abdullah Ibnu Abbas membaca surat : “Walmursalaati urfa”, beliau berkata : ‘Hai anakku engkau telah
mengingatkanku, sungguh surat itu adalah akhir surat yang aku dengar dibaca
Rasulullah Saw dalam shalat maghrib. (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab
ke-10, Kitab Adzan bab ke-99, bab mengeraskan bacaan pada Shalat Maghrib)
Jubair bin Muth’im berkata : “Aku
mendengar Rasulullah Saw membaca surat “waththuur” dalam shalat maghrib.”
(Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-99, bab
mengeraskan bacaan pada Shalat Maghrib)
Bacaan dalam Shalat
Isya’
Al-Barra’ Ra berkata : “Ketika
berpergian, maka (Nabi) membaca “wattini
waz zaituni” pada salah satu raka’at shalat isya’.” (Dikeluarkan oleh
Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-100, bab mengeraskan bacaan pada
Shalat Isya’)
Jabir bin Abdullah Ra berkata :
“Mu’adz bin Jabal Ra sering shalat bersama Nabi Saw kemudian pergi kekampungnya
untuk mengimami mereka dan membaca surat Al-Baqarah. Maka ada orang yang
tergesa-gesa, hingga ia shalat sendiri dan segera pergi. Ketika Mu’adz mengetahui
orang itu, ia berkata : ‘Sungguh munafiq ia.’ Ketika orang itu mengetahui bahwa
Mu’adz menuduhnya munafiq, ia segera pergi memberitahu Rasulullah Saw, ‘Ya
Rasulullah, kami mencari nafkah dengan tangan kami dengan cara mengembala
ternak, dan Mu’adz ketika shalat semalam membaca surat Al-Baqarah. Karena aku
sedang tergesa-gesa, aku shalat sendiri dengan singkat, lalu dia menuduhku
munafiq.’ Maka Nabi Saw bersabda : ‘Ya Mu’adz, apakah engkau akan menyebabkan
fitnah?’ Diulang sampai tiga kali. ‘Bacalah wassyamsi
wa dhuhaha, sabhihisma rahbikal a’la, dan sejenisnya.” (Dikeluarkan oleh
Bukhari pada Kitab ke-78, Kitab Adab bab ke-74, bab orang yang tidak memandang
menjadi kafir karena mengatakan kafir kepada orang lain karena mewakilinya atau
karena tidak tahu)
Anjuran Agar Imam
Meringankan Shalat
Abu Mas’ud Al-Anshari Ra berkata :
“Ada seseorang yang datang kepada Nabi Saw dan berkata : ‘Ya Rasulullah, demi
Allah aku terpaksa mundur berjama’ah subuh karena si Fulan (imamnya) sangat
panjang bacaanya.’ Abu Mas’ud melanjutkan : ‘Belum pernah aku melihat Nabi Saw
dalam nasehatnya marah seperti waktu itu, kemudian bersabda : ‘Hai manusia, di
antara kalian ada orang yang menimbulkan keresahan, maka siapa yang mengimami
orang lain harus menyingkat, sebab diantara makmum itu ada yang tua, yang
lemah, dan yang sedang ada kepentingan.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab
ke-93, Kitab Ahkam bab ke-13, bab bolehkah seorang hakim memutuskan atau
memberi fatwa dalam keadaan marah)
Abu Hurairah Ra berkata :
“Rasulullah Saw bersabda : ‘Jika seorang mengimami, maka harus meringankan,
sebab diantara makmum itu yang lemah, sakit, dan tua. Dan bila shalat sendiri
maka boleh memanjangkan sesukanya.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10,
Kitab Adzan bab ke-62, bab apabila shalat sendiri maka panjangkanlah shalatnya
sekehendaknya)
Anas Ra berkata : “Nabi Saw selalu
mempersingkat (meringkan) shalat, namun tetap sempurna.” (Dikeluarkan oleh
Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-64, bab menyingkat shalat dan
menyempurnakanya)
Anas bin Malik Ra berkata : “Tidak
pernah aku shalat dibelakang imam yang lebih ringan dan lebih sempurna dari
Rasulullah Saw bahkan pernah Nabi Saw (ketika menjadi imam) mendengar tangisan
bayi, maka beliau menyegerakan shalatnya karena khawatir ibunya kerepotan.”
(Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-65, bab orang
yang meringkan bacaan shalat ketika mendegar tangisan bayi)
Anas bin Malik Ra berkata : “Nabi
Saw bersabda : ‘Suatu ketika aku masuk (masjid) untuk shalat dengan niat akan
memanjangkanya, tiba-tiba aku mendengar tangis anak bayi (kecil), maka aku
segerakan shalatku karena aku mengetahui kerisauan ibunya karena tangis
anaknya.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-65,
bab orang yang meringkan bacaan shalat ketika mendengar tangisan bayi)
Melakukan Rukun-Rukun Shalat Secara
Sedang Namun Tetap Sempurna
Al-Barra’ Ra berkata : “Ketika Nabi
Saw shalat, maka ruku’, sujud, duduk diantara dua sujud, dan berdiri i’tidal
dari ruku’nya semua hampir sama lamanya, kecuali ketika berdiri membaca surat
dan duduk tahiyat akhir.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab
Adzan bab ke-140, bab berdiam diantara dua sujud)
Anas Ra berkata : “Sungguh aku akan
shalat bersama kalian sebagaimana Nabi Saw shalat bersama kami.” Tsabit (yang
meriwayatkan hadits ini) berkata : “Anas telah berbuat sesuatu yang tidak
kalian perbuat. Jika bangun dari ruku’ (i’tidal) dia berdiri (lama) sehingga
mungkin orang berkata bahwa mungkin ia lupa.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada
Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-140, bab berdiam diantara dua sujud) Yakni lupa
tidak membaca sesuatu.
Al-Barra’ bin ‘Azib Ra berkata :
“Kami shalat dibelakang Nabi Saw, jika beliau membaca : ‘Sami’ Allahu hamidahu,’ maka tiada seorangpun yang membengkokkan
punggunya sampai Nabi Saw meletakan dahinya ke tanah.” (Dikeluarkan oleh
Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-133, bab sujud dengan tujuh
tulang)
‘Aisyah Ra berkata : “Dalam ruku’
dan sujudnya, Nabi Saw selalu membaca : ‘Subhanakallahuma
rabbana wabihamdika Allahummagh fir li.’ (Maha suci Engkau ya Tuhan kami,
dan segala puja bagi-Mu ya Allah, ampunilah aku). (Beliau melakukan itu karena)
Mengikuti tuntunan dan perintah Al-Qur’an : ‘Fa
sabbih bihamdi rabbikawastagh firhu innahu kaan tawwaaba.” (Dikeluarkan
oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-139, bab tasbih dan do’a
dalam sujud)
Anggota Sujud dan Larangan Mempermaikan
Sesuatu Ketika Shalat
Ibnu Abbas Ra berkata : “Nabi Saw
diperintah sujud diatas tujuh anggota; yaitu dahi, kedua tangan, kedua lutut,
dan kedua kaki, serta tidak menelangkupan kain, baju atau rambut.” (Dikeluarkan
oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-133, bab sujud dengan tujuh
tulang)
Tatacara Sujud
Abdullah bin Malik bin Buhainah Ra
berkata : “Jika Nabi Saw sujud dalam shalat, beliau merenggangkan kedua
tanganya sehingga terlihat putih ketiaknya.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada
Kitab ke-8, Kitab Shalat bab ke-27, bab menampakkan ketiak dan meranggangkanya
ketika shalat)
Dinding untuk Orang yang Shalat
Ibnu Umar Ra berkata : “Jika Nabi
Saw keluar pada hari raya (untuk shalat ‘id), beliau menyuruh agar ditancapkan
sejata didepan tempat imam lalu shalat menghadapnya sedang orang-orang
mengikutinya dibelakangnya. Beliau juga berbuat hal yang sama ketika bepergian,
maka dari situlah para gurbernur mengikuti perbuatan itu.” (Dikeluarkan oleh
Bukhari pada Kitab ke-8, Kitab Shalat bab ke-90, bab Sutrah Imam adalah Sutrah
bagi orang dibelakangnya)
Ibnu Umar Ra berkata : “Nabi Saw
pernah memalangkan kendaraanya untuk dijadikan dinding ketika shalat.”
(Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-8, Kitab Shalat bab ke-98, bab shalat
menghadap binatang tunggangan, unta, pohon, dan sejenis pelana)
Abu Juhaifah Ra ketika melihat Bilal
Adzan, dia mengikuti mulut Bilal yang menghadap ke kanan dan ke kiri.
(Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-19, bab apakah
orang yang adzan diikuti gerak mulutnya ke sana kemari)
Abu Juhaifah Ra berkata : “Aku
melihat Rasulullah Saw berada di dalam kemah dari kulit merah, dan melihat
Bilal mengambil bekas air wudhu Nabi Saw, lalu aku melihat orang-orang
berebutan air bekas wudhu Nabi Saw itu, maka siapa yang mendapat sedikit
langsung diusapkan ke badanya, dan yang tidak dapat, maka memegang tangan
saudaranya yang basah. Kemudian aku melihat Bilal mengambil tongkat kecil lalu
ditancapkanya, kemudian Nabi Saw keluar dengan kain baju merah hingga terlihat
betisnya, lalu berdiri menghadap tongkat dan shalat dua raka’at sebagai imam bagi
para sahabat. Dan aku melihat orang-orang dan binatang-binatang lalu lalang
didepan tongkat itu.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-8, Kitab Shalat
bab ke-17, bab shalat mengenakan pakaian merah)
Abdullah bin Abbas Ra berkata : “Aku
datang dengan mengendarai himar betina, sedang ketika itu aku pemuda yang
hampir baligh, dan Rasulullah Saw sedang shalat di Mina tanpa berdinding, maka
aku berjalan di depan shaf dan melepaskan himar untuk makan, sedang aku masuk
dalam shaf, dan hal itu tidak ditegur.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab
ke-3, Kitab Ilmu bab ke-18, bab kapan dipercayainya seorang anak kecil dalam
mendengarkan hadits) Maksudnya; tidak ada teguran dari Nabi Saw berarti hal itu
tidak dilarang.
Abu Shalih As-Samman berkata : “Aku
melihat Abu Sa’id Al-Khudri Ra pada hari jum’at sedang menghadap ke sebuah
dinding. Tiba-tiba ada seorang pemuda dari Bani Abu Mu’aith akan berlalu di
depanya, maka Abu Sa’id langsung mendorong dada pemuda itu, maka pemuda itu
melihat Abu Sa’id dengan marah, tetapi karena tidak ada jalan melainkan di
depan Abu Sa’id, maka ia kembali bermaksud lewat di depan Abu Sa’id, tetapi
oleh Abu Sa’id mendorong pemuda itu lebih keras lagi, maka pemuda itu memaki
Abu Sa’id, kemudian pemuda itu pergi menyampaikan kejadian itu kepada Marwan. Ketika
Abu Sa’id pergi kerumah Marwan, lalu
ditanya oleh Marwan : ‘Ada apa denganmu dan bagaimana engkau ini hai Abu Sa’id?’
Abu Sa’id menjawab : ‘Aku telah mendengar Rasulullah Saw bersabda : ‘Jika
seseorang sholat menghadap kedinding untuk menahan orang yang melintas di
depanya, lalu ada orang yang akan melewati depanya, maka harus ditolak, jika
menetang maka harus dipukul, karena dia itu setan.” (Dikeluarkan oleh Bukhari
pada Kitab ke-8, Kitab Shalat bab ke-100, bab orang yang shalat menolak orang
yang ingin lewat di hadapanya)
Zaid bin Khalid menyuruh Busr bin Sa’id
bertanya kepada Abu Juhaim tentang apa yang telah didengar dari Rasulullah Saw
mengenai orang yang berjalan di depan orang yang shalat. Abu Juhaim berkata : “Rasulullah
Saw bersabda : ‘Andaikan orang yang lewat di depan orang yangs shalat itu
mengetahui (betapa besar) dosanya, pasti ia akan rela berdiri menunggu hingga
empat puluh, (dan itu) lebih ringan baginya dari pada lewat di depan orang yang
shalat. (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-8, Kitab Shalat bab ke-101, bab
dosa orang yang lewat dihadapan orang yang shalat) Abu Nazir meriwayatkan dari
Busr berkata : “Aku tidak mengetahui apakah empat puluh haru atau bulan atau tahun.”
Orang yang Shalat Harus Mendekat ke
Dinding di Depanya
Sahl bin Sa’ad berkata : “Diantara
letak berdirinya Nabi Saw dalam shalat dengan dinding yang di depanya itu
sekadar dapat dijalani oleh kambing. (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-8,
Kitab Shalat bab ke-91, bab jarak yang layak antara orang yang shalat dengan
sutrahnya) Maksudnya; jaraknya yang sangat dekat sehingga diumpamakan sekedar
bisa dilewati oleh kambing.
Salamah Ra berkata : “Dinding masjid
di dekat mimbar itu hampir tidak dapat dilewati oleh kambing.” (Dikeluarkan
oleh Bukhari pada Kitab ke-8, Kitab Shalat bab ke-91, bab jarak yang layak
antara orang yang shalat dengan sutrahnya)
Yazid bin Abu Ubaid berkata : “Aku
datang ke masjid bersama Salamah bin Al-Akwa’ Ra lalu ia shalat di dekat tiang
sebelah mushaf, maka aku bertanya : ‘Hai Abu Muslim, aku perhatikan engkau
selalu shalat di dekat tiang iniR?’ Jawab Salamah Ra : ‘Karena aku telah
melihat Nabi Saw selalu shalat disitu.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab
ke-8, Kitab Shalat bab ke-95, bab shalat menghadap ke tiang)
Melintang di Depan
Orang yang Shalat
‘Aisyah Ra berkata : “Nabi Saw
pernah shalat sedang aku (berbaring) melintang diatas tempat tidur di depanya
(diantaranya) dengan qiblat, seperti jenazah yang melintang.” (Dikeluarkan oleh
Bukhari pada Kitab ke-8, Kitab Shalat bab ke-22, bab shalat menghadap kasur)
‘Aisyah Ra berkata : “Nabi Saw
pernah shalat sedang aku tidur melintang di tempat tidur, dan ketika beliau
akan shalat witir, beliau membangunkan aku untuk shalat witir.” (Dikeluarkan
oleh Bukhari pada Kitab ke-8, Kitab Shalat bab ke-103, bab shalat dibelakang
orang yang tidur)
Masruq berkata : “Ketika diceritakan
kepada ‘Aisyah Ra bahwa hal yang dapat
membatalkan (memutuskan) shalat adalah anjing, himar, dan wanita.
Maksudnya; jika salah satunya berlalu di depan orang yang shalat. ‘Aisyah Ra
berkata : ‘Kalian menyamakan kami dengan himar dan anjing! Demi Allah aku telah
melihat Nabi Saw shalat sedang aku berbaring melintang di atas ranjang
diantaranya dengan qiblat, lalu aku ada keperluan dan aku enggan untuk duduk
karena akan menganggu shalat beliau, maka aku turun dari sisi kakinya.” (Dikeluarkan
oleh Bukhari pada Kitab ke-8, Kitab Shalat bab ke-105, bab orang yang berkata, “Tidak
ada sesuatu pun yang memutuskan shalat)
‘Aisyah Ra berkata : “Aku pernah
tidur didepan Rasulullah Saw sedang kakiku tepat di qiblatnya, maka jika Nabi
sujud, beliau menusuk kakiku dengan tanganya sehingga tarik kakiku. Dan ketika
beliau berdiri, aku bujurkan kembali kakiku, dan ketika itu di rumah-rumah
tidak ada lampu.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-8, Kitab Shalat bab
ke-104, bab Shalat Sunat di belakang perempuan)
Maimunah Ra berkata : “Nabi Saw
pernah shalat sedang aku di hadapanya, dan aku ketika itu sedang haidh dan
pernah juga baju beliau tersentuh padaku ketika aku sujud.” (Dikeluarkan oleh
Bukhari pada Kitab ke-8, Kitab Shalat bab ke-19, bab jika orang yang shalat
mengenai isterinya ketika sujud)