ALASAN UNTUK SELALU BERSYUKUR

Posted on 00.52
Alasan untuk Selalu Besyukur
“Boleh jadi kamu membeci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui.” (Qs. Al-Baqarah 2: 216).
Ibnu Abbas mengatakan bahwa jika seseorang diuji dengan kesusahan, dia akan menemukan didalamnya tiga kebaikan : pertama, bisa saja dia ditimpa kesusahan yang lebih buruk. Kedua, kesusahan yang dia rasakan masih dalam urusan duniawi, bukan ruhani. Ketiga, kesulitan itu datang di dunia yang fana ini dan bukan di alam yang abadi. Dan ketiga ini merupakan alasan kita untuk selalu bersyukur kepada Allah.
Dan ingatlah ketika tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya akau akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pastilah azab-Ku sangatlah pedih (Qs. Ibrahim 14: 7)

HADITS BUKHARI MUSLIM (KITAB SHALAT)

Posted on 03.31
KITAB SHALAT
Bab Permulaan Adzan
            Ibnu Umar Ra berkata: “Ketika pertama kaum muslimin sampai di Madinah, mereka berkumpul dan menantikan shalat. Ketika itu belum ada seruan adzan, kemudian mereka bermusyawarah. Sebagian usul membuat bel seperti cara kaum Nasrani. Sebagian mengusulkan terompet seperti Yahudi. Lalu Umar Ra usul supaya orang keliling berseru: “Shalah...shalah.” Maka Nabi Saw menyuruh: “Hai Bilal, bangunlah dan serukan: Shalah...shalah.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-1 bab asal mula Adzan).

Bab Perintah Mengenapkan Bacaan Adzan dan Gajil Iqamah
            Anas Ra berkata: “Orang-orang mengusulkan untuk menggunakan api atau terompet, tetapi mereka ingat hal itu menyurupai Yahudi dan Nasrani. Setelah menemukan cara adzan, maka Bilal diperintah untuk menggenapkan kalimat-kalimat adzan dan satu-satu (ganjil) dalam bacaan iqamah.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-1, bab asal mula adzan).


Bab Pendengar Adzan Dianjurkan untuk Mengikuti Kalimat Mu’adzdzin Kemudian Membaca Shalawat dan Berdo’a Memohon Wasilah untuk Nabi
Abu Sa’id Al-Khudri Ra berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Jika kalian mendengar adzan maka bacalah seperti apa yang dibaca oleh mu’adzdzin.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-7, bab apa yang harus dikatakan apabila mendengar adzan). Dalam riwayat lain: “Kemudian bacakan shalawat dan mohonkan wasilah untukkuki, maka siapa yang meminta wasilah untukku pasti mendapat syafa’atku.”

Fadhilah Adzan dan Setan Lari Ketika Mendegar Adzan
Abu Hurairah Ra berkata: “Rasulullah Saw bersabda: “Jika ada seruan adzan maka larilah setan terkentut-kentut sampai tidak lagi mendengar suara adzan. Bila adzan telah selesai, dia datang kembali, kemudia jika iqamah lari lagi. Bila selesai iqamah, dia kembali lagi sambil membisikan dalam hati manusia: “Ingatlah ini, ingatlah yang tadinya tidak diingat, sampai orang tersebut sering tidak ingat raka’at ia shalat.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-4, bab keutamaan Adzan)

Sunnah Menangkat Kedua Tangan di Depan Bahu Ketika Takbiratul Ihram, Ruku’, I’tidal, dan Ketika Bangkit dari Tasyahhdul Awal
Abdullah bin Umar Ra berkata: “Aku pernah melihat Rasullah Saw jika berdiri sahalat beliau mengangkat kedua tangan di depan bahunya ketika takbiratul ihram, ruku’, dan ketika bangit dari ruku’ (i’tidal) sambil membaca: “Sami’a Allahu liman hamidahu” (Allah mendengar siapa yang memuji kepada-Nya) dan tidak mengankat kedua tanganya ketika bersujud.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab-84, bab mengangkat kedua tangan apabila bertakbir dan jika hendak ruku’ serta ketika mengangkat kepala dari rukuk’).

            Abu Qibalah berkata bahwa ia telah melihat malik bin Al-Huwairits jika takbir untuk shalat mengangkat kedua tanganya. Begitu juga ketika akan ruku’ dan bangkit dari ruku’, lalu berkata bahwa Rasulullah Saw telah berbuat begitu. (Dikeluarkan oleh Bukhari pada kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-84, bab mengangkat kedua tangan apabila bertakbir dan jika hendak ruku’ serta ketika menangkat kepala dari ruku’).

Membaca Takbir Setiap Bangkit dan Turun Kecuali Ketika I’tidal (Bangun dari ruku’) maka membaca: Sami’allahu Liman Hamidah
            Abu Hurairah Ra ketika mengimani takbir tiap bangkit dan turun, setelah selesai dia berkata: “Aku contohkan kepadamu shalatnya Rasulullah Saw.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-115, bab menyempurnakan takbir dan ruku’).

            Abu Hurairah Ra berkata: “Jika Nabi Saw berdiri untuk shalat, beliau takbir ketika berdiri, dan takbir ketika ruku’ dan membaca : ‘Sami’allahu lima hamidah’ ketika mengangkat punggungnya dari ruku’, kemudia ketika berdiri membaca : ‘Rabbana wa lakal hamdu.’ Kemudian takbir ketika akan sujud, kemudian takbir ketika sujud dua kali, kemudia takbir ketika bangun dari sujud, dan begitulah beliau berbuat pada setiap rakaat hingga selesai, dan juga takbir ketika bangun dari rakaat kedua sesudah duduk tasyahhud.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-117, bab bertakbir apabila bangung dari sujud.

            Mutharif bin Abdillah berkata : ”Aku dan Imran Husain Ra shalat dibelakang Ali bin Abi Thalib Ra, ketika sujud dia bertakbir, bertakbir ketika bangkit, dan takbir ketika berdiri dari raka’at kedua, dan ketika selesai shalat. Imran bin Husain memegang tanganku dan berkata : ‘Ini mengingatkanku pada shalat Rasulullah Saw.’ Atau dengan kalimat sungguh dia telah mencontoh shalat Nabi Muhammad Saw.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-116, bab menyempurnakan takbir dalam sujud).

Wajib Membaca Al-Fatihah Pada Setiap Rakaat, Bila Tidak Bisa dan Tidak Mungkin Baginya Mempelajarinya Maka Boleh Membaca Ayat Lain yang Mudah Baginya
            Ubadah bin As-Shamit Ra berkata : “Rasulullah Saw bersabda : ‘Tidak sah shalat seorang yang tidak membaca Al-Fatihah.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-95, bab wajibnya membaca bagi imam dan makmum pada setiap shalat).

            Abu Hurairah Ra berkata : “Dalam setiap raka’at ada bacaan, maka apa yang diperdengarkan oleh Nabi Saw kepadaku, kami perdengarkan kepada kalian, dan apa yang dipelankan juga kami pelankan darimu, dan jika kalian tidak menambahkan ayat lain selain Al-Fatihah, maka itu sudah cukup, tetapi jika engkau menambah ayat atau surat yang lain maka itu lebih baik.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-104, bab bacaan pada setiap fajar).
           
            Abu Hurairah Ra berkata : “Ketika Nabi Saw masuk masjid, ada juga orang yang masuk masjid lalu shalat, setelah selesai ia datang kepada Nabi Saw dan memberi salam. Setelah di jawab oleh Nabi Saw lalu beliau menyuruh orang itu : ‘Kembalilah shalat sebab engkau belum shalat.’ Maka orang itu shalat kembali, lalu datang lagi memberi salam kepada Nabi Saw, lalu diperintah untuk shalat kembali sebab engkau beluim shalat hingga berulang tiga kali. Lalu ia berkata : ‘Demi Allah yang megutusmu dengan hak, aku tak dapat berbuat lebih baik dari itu, maka ajarkanlah kepadaku.’ Maka Nabi Saw bersabda : ‘Jika engkau berdiri maka takbirlah, lalu bacalah apa yang engkau ketahui dari Al-Qur’an, kemudian ruku’ dengan tenang dan tenang (tuma’ninah) dalam ruku’, lalu i’tidal berdiri dan tenang dalam i’tidal, kemudian sujud dan tenang dalam sujud, kemudian duduk dan tenang dalam duduk, kemudian sujud dan tenang dalam sujud, dan lakukan semua itu dalam semua rakaat shalatmu.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kita ke-10, Kitab Adzan bab ke-122, bab perintah nabi untuk mengulangi shalat bagi siapa yang tidak menyempurnakan ruku’nya).

Pendapat Seseorang yang Menyatakan Tidak Mengeraskan Bacaan Bismillahirrahmanirrahim
            Anas Ra berkata bahwa Nabi Saw, Abu Bakar, dan Umar memulai shalatnya dengan bacaan : ‘Alhamdulliah rabbil alamin.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-89, bab apa yang dikatakan setelah takbir).

Tasyahhud
            Abdullah bin Mas’ud Ra berkata : “Dahulu ketika kami shalat bersama Nabi Saw membaca : ‘Assalamu’allalah ‘ibaadihi, Assalamu ‘ala Jibril, Assalamu ‘ala Mika’il, Assalamu ‘ala Fulan. Ketika selesai shalat, Nabi Saw langsung menghadapkan wajahnya kepada kami dan bersabda : ‘Sesungguhnya Allah adalah As-Salam, maka jika seseorang duduk dalam shalat hendaknya membaca : ‘Attahiyyaatu lilahi was shalawatu watthayybaatu assalamu ‘alaika ayyuhan nabiyu wa rahmatullahi wabarakatuh, assalamu ‘alaina wa ‘ala ibaadilahis shalihin.’ (Segala penghormatan dan kebesaran hanyalah milik Allah, begitu pula rahmat dan kebaikan. Selamat sejahtera atasmu hai Nabi dan rahmat Allah serta berkah-Nya. Selamat sejahtera atas kami dan semua hamba Allah yang shalih), maka jika membaca itu akan mencakup semua hamba yang shalih di langit dan di bumi. ‘Asyhadu an laa ilaha illallah, wa asyhadu anna Muhammad ‘abduhu wa rasuluhu.’ Kemudian boleh memilih do’a sesukanya.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-79, Kitab Meminta izin bab ke-3, bab As-Salam adalah salah satu nama Allah).

Membaca Shalawat Nabi Saw Sesudah Tasyahhud
            Abdurrahman bin Ali Laila berkata : “Aku bertemu dengan Ka’ab bin Ujrah Ra, maka ia berkata : ‘Maukah engkau kuberi hadiah yang telah kudengar dari Rasulullah Saw ?’ Aku menjawab : ‘Baiklah, berikan kepadaku.’ Ka’ab berkata : ‘Kami bertanya pada Rasulullah : ‘Ya Rasulullah, bagaimanakah cara membaca shalawat atas kalian wahai ahlul bait, karena Allah telah mengajarkan kepada kami bagaimana memberi salam kepadamu?’ Maka Nabi Saw bersabda : Katakanlah : ‘Allahumma shalli ala Muhammad wa ‘ala aali Muhammad, kama shallaiata ‘ala Ibrahim wa ‘ala aali Ibrahim innaka hamidun majid, Allahumma baarik ‘ala Muhammad wa ‘ala aali Muhammad, kama baarakta ala Ibrahim wa aali Ibrahim innaka hamidun majid.’ (Ya Allah limpahkan rahmat-Mu kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau limpahkan pada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, dan berkatilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau memberkati Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sungguh Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia).” (Dikelurakan oleh Bukhari pada Kitab ke-60, Kitab Para Nabi bab ke-10, bab telah menceritakan kepada kami Musa dan Ismail).

            Abu Humaid As-Sa’di Ra berkata : “Sahabat bertanya tentang bagaimana cara membaca shalawat atasmu ya Rasulullah. Maka Nabi Saw bersabda : Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa azwajihi wa dzurriyyatihi kama shallaita ‘ala aali Ibrahim, wa baarik ‘ala Muhammad wa azwajihi wa dzurriyatihi kama baarakta ala aali Ibrahim innaka hamidun majid.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-60, Kitab Para Nabi bab ke-10, bab telah menceritakan kepada kami Musa dan Ismail).

Bacaan Sami’allahu Liman Hamidahu dan Aamin
            Abu Hurairah Ra berkatam : “Rasulullah Saw bersabda : ‘Jika imam membaca : ‘Sami’allahu liman hamidah, maka bacalah : ‘Rabbana walakal hamdu.’ Maka siapa yang bacanya bertepatan dengan bacaan Malaikat, diampuni semua dosanya yang telah lalu. (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-125, bab keutamaan membaca do’a wahai Rabb kami dan bagimu segala pujian).

            Abu Hurairah Ra berkata : “Rasulullah Saw bersabda : ‘Jika kalian mengucapkan ‘aamin’ dan malaikat dilangit juga mengucapkanya ‘aamin,’ hingga bertepatan yang satu dengan yang lain, diampuni dosanya yang telah lalu.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-112, bab keutamaan membaca Aamin).

Makmum Harus Mengikuti Imam
            Anas bin Malik Ra berkata : “Rasulullah Saw jatuh dari kendaraanya sehingga luka dan sakit pinggang kananya, kemudian kami datang menjenguk dan bertepatan tiba waktu shalat, maka beliau shalat bersama kami sambil duduk, kami juga shalat duduk, dan ketika telah selesai beliau bersabda : ‘Sesungguhnya imam itu dijadikan untuk diikuti, maka bila imam takbir, takbirlah kalian, dan jika ruku’ maka ruku’lah kamu, dan jika bangun maka bangunlah, dan jika membaca : ‘Sami’allahu liman hamidah,’ bacalah : ‘Rabbana wa lakal hamdu,’ dan jika imam sujud, maka sujudlah kalian.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-128 bab menjatuhkan diri untuk bersujud dengan membaca takbir).

            ‘Aisyah Ra berkata : “Ketika Rasulullah Saw sedang sakit maka beliau shalat sambil duduk di rumahnya dan orang-orang shalat di belakangnya sambil berdiri, maka Nabi Saw memberi isyarat kepada mereka supaya duduk, dan ketika selesai, beliau bersabda : ‘Sesungguhny imam diikuti, maka jika ruku’ maka ruku’lah, dan bila berdiri maka berdirilah kamu, dan bila imam shalat sambil duduk maka shalatlah kalian sambil duduk.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-51, bab sesungguhnya imam dijadikan untuk diikuti). 

            Abu Hurairah Ra berkata : “Nabi Saw bersabda : ‘Sesungguhnya imam dijadikan untuk diikuti, maka jika ia takbir takbirlah kamu, bila ruku’ ruku’lah kamu, dan jika membaca : ‘Sami’allahu liman hamidahu, maka sambutlah dengan ucapan : ‘Rabbana wa lakal hamdu,’ dan bila imam sujud maka sujudlah kamu semua sambil duduk.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-82, bab wajibnya takbir dan iftitah shalat).

Jika Imam Udzur (Berhalangan) Maka Bisa Digantikan Orang Lain

            Ubaidullah bin Abdullah bin ‘Utbah Ra berkata : “Aku masuk ke tempat ‘Aisyah Ra untuk minta riwayat sakitnya Nabi Saw, ‘Aisyah Ra berkata : ‘Ketika sakit beliau semakin berat, beliau bertanya : ‘Apakah orang-orang sudah shalat?’ Aku menjawab : ‘Belum, mereka masih menantikanmu.’ Nabi Saw bersabda : ‘Sediakan air di ember.’ Setelah disediakan, beliau duduk dan mandi, ketika beliau hendak bangun, tiba-tiba pingsan. Kemudian setelah sadar, beliau bertanya : ‘Apakah orang-orang sudah shalat?’ Aku menjawab : ‘Belum, mereka menantikanmu ya Rasulullah.’ Nabi Saw bersabda : ‘Sediakan air untukku di ember.’ Kemudian beliau duduk dan mandi. Ketika bangun tiba-tiba pingsan, sesudah sadar beliau bertanya : ‘Apakah orang-orang sudah shalat?’ Aku menjawab : ‘Belum, mereka menunggu ya Rasulullah.’ Kemudian beliau minta disediakan air di ember, lalu duduk dan mandi. Ketika akan bangun tiba-tiba beliau pingsan lagi. Sesudah sadar beliau bertanya : ‘Apakah orang-orang sudah shalat?’ Aku menjawab : ‘Belum, mereka menunggumu ya Rasulullah.’ Ketika itu orang banyak masih setia menanti Nabi Saw di masjid untuk shalat Isya’. Lalu Nabi Saw menyuruh Abu Bakar untuk mengimami orang-orang. Ketika utusan memberitahu pada Abu Bakar bahwa Rasulullah menyuruhnya agar mengimami orang-orang, maka Abu Bakar berkata kepada Umar : ‘Hai Uma shalatlah engkau sebagai imam terhadap orang-orang.’ Umar menjawab : ‘Engkau yang lebih layak (berhak).’ Maka Abu Bakarlah yang mengimami shalat dalam beberapa hari itu. Kemudian Nabi Saw merasa penyakitnya ringan, maka beliau keluar dengan dituntun oleh dua orang yang satu Al-Abbas untuk shalat Dzuhur ketika itu Abu Bakar mengimami orang-orang. Ketika Abu Bakar melihat Nabi Saw, maka ia berniat mundur, tetapi diberi isyarat oleh Nabi Saw agar tidak mundur, lalu Nabi Saw berkata kepada dua orang yang menuntunya : ‘Dudukkan aku disamping Abu Bakar.’ Maka Abu Bakar bermakmum pada Nabi Saw dan orang-orang bermakmum pada Abu Bakar Ra. Ketika itu Nabi Saw shalat sambil duduk. ‘Ubaidillah berkata : ‘Lalu aku masuk ke tempat Abdullah bin Abbas dan berkata : ‘Maukah kuceritakan kepadamu apa yang telah diceritakan kepadaku oleh ‘Aisyah tentang sakit Rasulullah Saw?’ Ibnu Abbas Ra menjawab : ‘Ceritakanlah, apa itu?’ Lalu aku menceritakan semua keterangan ‘Aisyah, maka ia tidak menyalahkan satupun, ia hanya bertanya : ‘Apakah ‘Aisyah menyebutkan kepadamu nama orang kedua?’ Aku menjawab : ‘Tidak.’ Ibnu Abbas berkata : itu Ali Ra.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-51, bab sesungguhnya imam dijadikan supaya diikuti).

            ‘Aisyah Ra berkata : “Ketika sakit Nabi Saw telah berat, beliau minta izin pada isteri-isterinya untuk dirawat di rumahku, maka semua isterinya mengizinkan. Maka ia keluar dipapah oleh dua orang dengan kaki beliau menyeret ke tanah antara Al-Abbas dan orang lain. ‘Ubaidillah berkata : ‘Maka kuceritakan keterangan itu kepada Ibnu Abbas, lalu ia bertanya : ‘Tahukah engkau siapa orang yang tidak disebut namanya oleh ‘Aisyah itu?’ Aku menjawab : ‘Tidak.’ Ibnu Abbas berkata : ‘Dia adalah Ali bin Abi Thalib Ra.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-51, Kitab Pemberian bab ke-14, bab pemberian suami kepada isterinya dan istri kepada suaminya).

            ‘Aisyah Ra berkata : “Tak ada keinginannku untuk menolak usul Rasulullah Saw dengan menjadikan Abu Bakar sebagai imam, melaikan karena aku tidak yakin sepeninggal Rasulullah orang-orang akan mencintai pengganti beliau. Aku juga berpendapat bahwa setiap orang yang menggantikan tempat beliau, pastilah orang-orang akan kecewa padanya. Karena itu aku ingin Nabi Saw mengganti Abu Bakar dengan orang lain.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-64, Kitab Peperangan bab ke-83, bab sakitnya Nabi Saw dan wafanya beliau).

            ‘Aisyah Ra berkata : “Ketika Nabi Saw menderita sakit yang menyebabkan wafatnya, tibalah waktu shalat dan adzan pun dikumandangkan, beliau bersabda : ‘Suruhlah Abu Bakar mengimami orang-orang.’ Lalu ada orang yang berkata kepada beliau : ‘Sesungguhnya Abu Bakar seseorang yang tidak dapat menahan perasaan, lemah hati, mudah menangis, jika berdiri di tempatmu pasti tidak bisa mengimami.’ Maka Nabi Saw mengulangi perintahnya, dan mereka juga mengulangi sanggahanya, sehingga pada ketiga kalinya Nabi Saw bersabda : ‘Kalian seperti para wanita yang bersekongkol terhadap Nabi Yusuf, suruhlah Abu Bakar suapaya mengimami orang-orang.’ Maka keluarlah Abu Bakar dan shalat dengan orang-orang, tiba-tiba Nabi Saw merasa penyakitnya membaik, lalu keluar dipapah oleh dua orang sedang kakinya terseret ke tanah karena sakitnya. Lalu Abu Bakar bermaksud mundur, tetapi diberi isyarat oleh Nabi Saw agar tetap pada tempatnya. Kemudian Nabi Saw didudukan disamping Abu Bakar. Nabi Saw pun shalat dan Abu Bakar mengikuti Nabi Saw sedang orang-orang mengikuti Abu Bakar Ra.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-39, bab batasan orang yang sakit untuk shalat berjamaah).

            ‘Aisyah Ra berkata : “Ketika sakit Nabi Saw telah berat, datanglah bilal memberitahu telah masuk waktu shalat, maka Nabi Saw bersabda : ‘Suruhlah Abu Bakar mengimami orang-orang.’ Maka aku berkata : ‘Ya Rasulullah, Abu Bakar seorang yang lemah hati, bila ia berdiri ditempatmu pasti tidak dapat bersuara (karena menangis), sebaiknya engkau menyuruh Umar.’ Nabi Saw bersabda : ‘Suruhlah Abu Bakar mengimami orang-orang.’ Maka aku berkata kepada Hafshah : ‘Katakan kepada Nabi Saw bahwa Abu Bakar seorang yang lemah hati, bila berdiri ditempatmu pasti tidak memperdengarkan suaranya pada orang-orang, sebaiknya beliau menyuru Umar.’ Maka Nabi Saw bersabda : ‘Kalian seperti wanita yang bersekongkol terhadap Nabi Yusuf.’ ‘Suruhlah Abu Bakar mengimami orang-orang.’ Ketika Abu Bakar shalat tiba-tiba Nabi Saw merasa penyakitnya membaik. Beliau bangun dengan dituntun oleh dua orang sementara kedua kakinya terseret ditanah sampai masuk masjid. Ketika Abu Bakar merasakan kedatangan Nabi, dia bermaksud untuk mundur, Nabi langsung memberi isyarat agar tetap ditempatnya. Lalu Nabi Saw duduk disebelah kiri Abu Bakar. Ketika itu Abu Bakar shalat sambil berdiri sedang Nabi Saw shalat sambil duduk, Abu Bakar mengikuti shalat Nabi Saw, dan orang-orang mengikuti shalat Abu Bakar Ra.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-68, bab seorang laki-laki mengikuti imam, sedangkan orang-orang mengikuti laki-laki yang menjadi makmum tersebut).

            Anas bin Malik (pelayan Nabi Saw dan sahabatnya) Ra berkaya : “Abu Bakar tetap mengimami orang-orang di masa sakitnya Nabi Saw hingga beliau wafat. Ketika itu hari Senin, saat orang berbaris untuk shalat, tiba-tiba Nabi Saw membuka tabir kamarnya melihat ke arah kami sambil berdiri, mukanya bagaikan kertas putih, kemudia tersenyum sehingga kami hampir batal shalat karena sangat gembira melihat Nabi Saw. Ketika itu Abu Bakar bermaksud mundur ke belakang untuk pindah ke shaff di belakangnya sebab mengira Nabi Saw akan keluar, tetapi beliau memberi isyarat agar Abu Bakar meneruskan shalatnya. Beliau lalu menutup kembali tabirnya, maka wafatlah beliau pada hari itu.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-46, bab seorang ahli ilmu dan memiliki kelebihan lebih berhak untuk menjadi imam).

            Anas Ra berkata : “Nabi Saw tidak keluar selama tiga hari, kemudian ketika tiba waktu shalat dan Abu Bakar telah maju sebagai imam, tiba-tiba Nabi Saw membuka tabir rumahnya sehingga tampak wajah beliau. Kami tidak pernah melihat pemandangan yang menakjubkan selain wajah beliau ketika kami bisa melihat wajah Nabi Saw dengan jelas. Maka Nabi Saw memberi isyarat kepada Abu Bakar supaya maju mengimami.Nabi Saw lalu menutup tabir dan tidak dapat ditemui lagi hingga beliau wafat.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-46, bab seorang ahli ilmu dan memiliki kelebihan lebih berhak untuk menjadi imam).

            Abu Musa Ra berkata : “Ketika sakit Nabi Saw telah keras, beliau menyuruh : ‘Suruhlah Abu Bakar mengimami orang-orang.’ ‘Aisyah Ra berkata : ‘Abu Bakar seorang yang lemah hati, jika ia berdiri di tempatmu maka tidak akan dapat mengimami orang-orang.’ Nabi Saw bersabda : ‘Suruhlah Abu Bakar mengimami orang-orang.’ ‘Aisyah mengulangi perkataanya, maka Nabi Saw bersabda : ‘Suruhlah Abu Bakar untuk mengimami orang-orang, kalian ini sama dengan wanita yang bersekongkol terhadap Nabi Yusuf.’ Maka pesuruh Nabi Saw memberi tahu kepada Abu Bakar.’ Dia pun selalu mengimami orang-orang di masa hidup Nabi Saw.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-46, bab orang yang berilmu lebih berhak untuk menjadi imam).

Jama’ah Boleh Mengangkat Imam Jika Imam Terlambat Datangnya dan Dikhawatirkan Kehabisan Waktu

            Sahl bin Sa’ad As-Sa’di Ra berkata : “Rasulullah Saw pergi ke suku Bani Amr bin Auf untuk mendamaikan mereka, maka tibalah waktu shalat dan mu’adzdzin bertanya pada Abu Bakar : ‘Apakah engkau bersedia mengimami orang-orang? Biar aku iqamah.’ Abu Bakar menjawab : ‘Baiklah.’ Ketika Abu Bakar mulai shalat, tiba-tiba Rasulullah datang dan masuk dalam barisan shaff, maka orang-orang bertepuk tangan mengingatkan Abu Bakar. Ketika suara tepuk tangan semakin membahana, Abu Bakar menoleh dan melihat Rasulullah Saw, Rasulullah Saw memberi isyarat padanya agar tetap di tempat. Lalu Abu Bakar mengangkat kedua tangannya dan memuji Allah atas apa yang diperintahkan Nabi Saw itu. Kemudian ia mundur sehingga masuk (sejajar) dalam shaff dan majulah Rasulullah Saw untuk menjadi imam. Setelah selesai shalat Nabi Saw bertanya : ‘Hai Abu Bakar, mengapakah engkau tidak tetap di tempat ketika aku menyuruhmu?’ Abu Bakar menjawab : ‘Tidak layak putra Abu Qunafah shalat di depan Rasulullah Saw.’ Lalu Nabi Saw bertanya kepada para sahabat : ‘Mengapa kalian bertepuk tangan? Siapa merasa atau meragukan sesuatu dalam shalat dan bermaksud mengingatkan, hendaknya bertasbih (membaca : Subhanallah), karena bila bertasbih, imam akan menoleh. Sedangkan tepuk tangan hanya bagi wanita.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitan ke-10, Kitab Adzan bab ke-48, bab seseorang masuk untuk menjadi imam lalu datang imam utama, maka orang tersebut mundur).

Membaca Subhanallah untuk Laki-laki dan Tepuk Tangan bagi Wanita
            Abu Hurairah Ra berkata : “Nabi Saw bersabda : ‘Membaca Subhanallah itu bagi laki-laki, dan tepuk tangan bagi wanita.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab Amalan dalam shalat bab ke-5, bab tepuk tangan bagi perempuan). Maksudnya; jika terjadi kesalahan dalam shalat yang perlu diingatkan.

Perintah Supaya Menyempurnakan Shalat dan Khusyu’
            Abu Hurairah Ra berkata : “Rasulullah Saw bersabda : ‘Apakah kalian melihat kiblatku di sini? Demi Allah, tiada tersembunyi dariku khusyu’ kalian dan ruku’ kalian. Sungguh aku dapat melihat kalian dari belakang punggungku.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab Shalat bab ke-40, bab nasehat imam kepada orang-orang untuk menyempurnakan shalat dan menyebutkan tentang kiblat).

            Anas bin Malik Ra berkata : “Nabi Saw bersabda : ‘Sempurnakan ruku’ dan sujudmu, maka demi Allah sesungguhnya aku bisa melihat dari belakangku, dari belakang punggungku jika kalian ruku’ dan sujud.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-88, bab khusyu’ dalam shalat).

Larangan Mendahului Imam dalam Ruku’ atau Sujud dan Lain-lain
            Abu Hurairah Ra berkata : “Nabi Saw bersabda : ‘Apakah seseorang tidak takut jika mengangkat kepalanya sebelum imam, Allah menukar kepalanya dengan kepala himar atau menukar bentuknya menjadi bentuk himar?” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-53, bab dosa bagi siapa yang mengangkat kepalanya sebelum imam).
  
Meluruskan dan Merapatkan Barisan
            Anas Ra berkata : “Nabi Saw bersabda : ‘Luruskan barisanmu, karena sesungguhnya meluruskan barisan itu termasuk bagian dalam menegakkan (menyempurnakan) shalat.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-74, bab meluruskan shaf adalah bagian dari kesempurnaan shalat).


            An-Nu’man bin Basyir Ra berkata : “Nabi Saw bersabda : ‘Hendaklah kalian meluruskan barisanmu, atau jika tidak, maka Allah akan merubah bentuk wajahmu.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-71, bab meluruskan shaf ketika iqamah dan setelahnya).
Abu Hurairah Ra berkata : “Rasulullah Saw bersabda : ‘Andaikan orang-orang mengetahui pahala adzan dan berada pada shaff pertama, kemudian untuk mendapatkan itu harus diundi, pasti mereka akan mengundinya. Andaikan mereka mengetahui pahala datang lebih dahulu untuk shalat jama’ah, pasti mereka akan berlomba. Andaikan mereka mengetahui pahala shalat isya’ dan subuh berjama’ah, pasti mereka akan mendatanginya meskipun sambil merangkak.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-9, bab undian untuk adzan)
  
Shaff Wanita di Belakang Lelaki, dan Tidak Boleh Mengangkat Kepala Sebelum Lelaki
            Sahl bin Sa’ad Ra berkata : “Ada beberapa lelaki yang shalat bersama Nabi Saw sambil mengikatkan sarung mereka ke leher bagaikan anak kecil. Dikatakan pula pada para wanita : Jangan mengangkat kepala sampai para lelaki duduk tegak.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-8, Kitab Shalat bab ke-6, bab jika keadaan baju sempit)

Bolehnya Wanita Keluar ke Masjid Jika Tidak Khawatir Menjadi Fitnah
            Ibnu Umar Ra berkata : “Nabi Saw bersabda : ‘Jika isteri minta izin untuk ke masjid, maka jangan menolaknya.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-67, Kitab Nikah bab ke-116, bab seorang isteri meminta izin kepada suaminya untuk pergi ke masjid atau selainya)

            Ibnu Umar Ra berkata : “Isteri Umar biasa menghadiri shalat Isya’ dan subuh berjama’ah di masjid, dan ketika ditegur : ‘Mengapa engkau keluar? Padahal engkau mengetahui bahwa Umar tidak senang dan sangat cemburu?’ Dia menjawab : ‘Mengapa ia tidak melarangku?’ Dijawab : ‘Yang membuatnya tak berani melarang karena sabda Rasulullah Saw : ‘Jangan menahan hamba Allah wanita untuk pergi ke masjid Allah.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-11, Kitab Jum’at bab ke-13, bab telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad)

            ‘Aisyah Ra berkata : “Andaikan Rasulullah Saw mengetahui apa yang dilakukan wanita, tentu beliau melarang mereka pergi ke masjid, sebagaimana wanita-wanita Bani Isra’il telah dilarang.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-163, bab orang-orang menunggu munculnya imam yang berpengetahuan)

Bacaan Shalat yang Tidak Terlalu Keras dan Tidak Terlalu Pelan
            Ibnu Abbas Ra berkata : “Ketika diturunkan ayat : “Jangan kalian mengeraskan bacaan shalatmu dan jangan terlalu pelan.” Rasulullah masih sembunyi di Makkah, sehingga beliau membaca dengan suara lantang akan didengar oleh kaum musyrikin lalu mereka memaki Al-Qur’an, Tuhan yang menurunkanya, dan Nabi yang membawanya. Karena itu Allah menurunkan ayat : “Jangan kalian mengeraskan bacaan shalatmu dan jangan terlalu pelan.” Dan janganlah engkau mengeraskan bacaan shalatmu sehingga didengar oleh kaum musyrikin, dan jangan terlalu perlahan sehingga tidak terdengar oleh sahabatmu. Lakukanlah di tengah antara keduanya, yakni perdengarkan pada sahabatmu sehingga mereka dapat mempelajari Al-Qur’an darimu.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-97, Kitab Tauhid bab ke-34, bab firman Allah : Allah menurunkanya dengan pengetahuan-Nya dan para malaikat menyaksikanya)

Mendengar Bacaan
            Ibnu Abbas Ra berkata mengenai ayat : “Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al-Qur’an karena hendak cepat-cepat denganya.” Ibnu Abbas berkata : “Apabila Jibril turun membawa wahyu, Nabi Saw selalu menggerakan lidah dan bibirnya sampai beliau merasa berat karenanya, lalu Allah menurunkan ayat : “Aku bersumpah dengan hari kiamat,” “Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al-Qur’an karena hendak cepat-cepat denganya. Sesungguhnya tanggungan Kami-lah mengumpulkan dan membacanya.” Ibnu Abbas menjelaskan, (yaitu) kewajiban Kami (Allah) untuk mengumpulkan di dalam dadamu dan juga bacaanya. “Apabila Kami telah selesai membacakanya, maka ikutilah bacaan itu” yaitu, apabila kami telah menurunkanya, lalu dengarkanlah “Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah penjelasanya.” Yaitu, kewajiban Kami-lah untuk menjelaskanya dengan lisanmu. Sesudah turun ayat ini, jika Nabi Saw didatangi Jibril, beliau hanya diam. Jika Jibril telah pergi, beliau membacanya seperti yang telah dijanjikan Allah kepadanya.”  (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-65, Kitab Tafsir bab ke-2, bab firman Allah (maka apabila kami telah membacanya)

            Ibnu Abbas Ra berkata : “Dahulu Nabi Saw merasa sukar dan berat ketika menerima wahyu, sebab beliau selalu menggerakkan bibirnya.” Ibnu Abbas berkata : “Aku menggerakkan bibirku kepadamu untuk mencontohkan Nabi Saw.” Sa’id bin Jubair yang meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang berkata : “Aku juga menggerakkan bibirku sebagaimana Ibnu Abbas menggerakkan bibirnya.” Maka Allah menurunkan ayat : :Jangan kamu menggerakkan lidahmu untuk (membaca) Al-Qur’an yang turun padamu. Sungguh kami akan mengumpulkan wahyu itu dalam dadamu dan membacakanya. Maka Kami bacakan, maka dengar dan perhatikan serta ikutilah bacaanya, kemudian Kami juga yang akan menerangkanya kepadamu.” Maka sejak itu jika Nabi Saw didatangi Jibril, beliau hanya menundukkan kepada dan bila telah selesai Jibril membacanya beliau baca sebagaimana bacaan Jibril.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-1, Kitab Permulaan Wahyu bab ke-4, bab telah menceritakan kepada kami Musa bin Ismail)


Membaca dengan Suara Keras Ketika Shalat Subuh dan Pelajaran kepada Jin
            Ibnu Abbas Ra berkata : “Nabi Saw pergi bersama beberapa orang sahabatnya menuju Pasar ‘Ukadz. Ketika itu setan telah dihalangi untuk mendegarkan berita dari langit, dan dilempari dengan bola api yang membakar mereka sehingga mereka kembali dengan kecewa dan berkata kepada kaumnya : ‘Ada apa ini? Kini kami telah dihalang untuk mendengar berita dari langit, bahkan kami dilempari bola api.’ Mereka juga berkata : ‘Tidak mungkin semua ini terjadi kecuali ada hal yang baru, karena itu harus diselidiki sampai ke ujung timur dan barat, apakah kejadian itu?’ Maka berangkatlah rombongan menuju Tuhamah, tempat dimana Rasulullah Saw telah sampai di Nakhlah sedang shalat subuh bersama sahabat. Ketika jin-jin itu mendengar Al-Qur’an, mereka langsung berkata : ‘Demi Allah, inilah yang menghalangi kami untuk mendapat berita dari langit.’ Dari situ mereka lalu kembali kepada kaumnya dan berkata : “Wahain kaumku, sungguh kami telah mendengar Al-Qur’an yang sangat mengagumkan, membimbing kejalan yang lurus dan kami langsung percaya dan tidak akan mempersekutukan Tuhan kami dengan siapa pun.” Maka Allah menurunkan wahyu kepada Nabi Saw : “Katakanlah, telah diwahyukan kepadaku bahwa beberapa rombongan jin telah mendengar bacaan Al-Qur’an.” Sedang yang diwahyukan itu adalah apa yang dikatakan oleh jin itu.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-105, bab mengeraskan bacaan pada shalat subuh)

Bacaan dalam Shalat Zhuhur dan Ashar
            Abu Qatadah Ra berkata : “Rasulullah Saw selalu membaca Al-Fatihah dan dua surat pada du raka’at pertama shalat zhuhur. Beliau memanjangkan surat pada raka’at pertama dan memendekkanya pada raka’at kedua, terkadang juga beliau memperdengarkan suara bacaanya. Begitu juga shalat ashar, beliau selalu membaca Al-Fatihah dan dua surat. Beliau juga memanjangkan bacaan pada raka’at pertama. Beliau juga memanjangkan bacaan surat pada raka’at pertama shalat subuh dan memendekkan pada raka’at kedua.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-19, Kitab Adzan bab ke-96, bab bacaan pada shalat zhuhur)

            Jabir bin Samurah Ra berkata : “Penduduk Kufah mengadukan Sa’ad bin Abi Waqash kepada Umar bin Al-Khathtab Ra, maka Umar memecat Sa’ad dan menggantinya dengan Ammar bin Yasir Ra. Dalam pengaduan itu mereka berkata bahwa Sa’ad tidak pandai shalat, sehingga dipanggil oleh Umar dan ditanya : ‘Hai Abu Ishaq, orang-orang ini menganggap engkau tidak pandai shalat.’ Abu Ishaq (Sa’ad) menjawab : ‘Demi Allah, aku shalat dengan mereka sebagaimana shalatnya Nabi Saw, tidak menyalahi dari padanya sedikitpun. Pada shalat isya’ aku bacakan surat dalam raka’at pertama dan kedua, sedang ketiga dan keempat tanpa surat.’ Umar Ra berkata : ‘Demikianlah perkiraan kami terhadap dirimu.’ Lalu Umar mengirimnya kembali ke Kufah dengan beberapa orang saksi untuk menanyakan kepada penduduk Kufah. Tak satu masjid pun terlewat untuk di masuki dan menanya orang-orang disitu. Ternyata semuanya memuji terhadap Sa’ad, sampai masuk ke masjid Bani Abas, lalu orang bernama Usamah bin Qatadah yang digelari Abu Sa’dah berkata : ‘Jika engkau menanyakan perihal Sa’ad, maka dia tidak suka keluar dalam sariyah (perang kecil), tidak membagi secara rata, dan tidak adil dalam memutuskan hukum.’ Sa’ad bin Abi Waqash Ra berkata : ‘Demi Allah, aku akan berdo’a tiga macam : ‘Ya Allah, jika orang ini berdusta dan hanya untuk mencari nama, maka panjangkan umurnya; teruskan kefakiranya; dan timpakanlah kepadanya berbagai godaan (fitnah).’ Setelah usai orang tersebut menjadi renta, ia berkata : ‘Akulah orang tua yang tergoda, aku terkena do’anya Sa’ad bin Abi Waqash.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-95, bab imam dan makmum wajib membaca Al-Qur’an dalam semua shalat) Abdul Malik, Salah seorang yang meriwayatkan hadits ini berkata : “Aku sendiri melihat orang itu (Usamah bin Qatadah) telah renta sampai kedua alisnya turun ke matanya dan suka duduk di jalan untuk menganggu para wanita.”

Bacaan Shalat Subuh dan Maghrib
            Abu Barzah Ra berkata : “Nabi Saw shalat subuh dan kami bisa mengenali orang yang berada di dekatnya (karena telah terang). Ketika itu beliau membaca antara enam puluh hingga seratus ayat. Bila beliau shalat zhuhur, maka (saat itu) matahari telah tergelincir. Kemudian beliau melakukan shalat ashar dan salah seorang diantara kami pergi ke pinggir Madinah lalu kembali lagi, sedangkan matahari belum terbenam. Beliau juga tidak mempermasalahkan untuk mengakhirkan shalat isya hingga sepertiga malam. (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-9, Kitab Waktu-waktu shalat bab ke-11, bab waktu shalat zhuhur ketika tergelincirnya matahari)

            Ibnu Abbas Ra berkata : “Ketika Ummul Fadhl mendengar Abdullah Ibnu Abbas membaca surat : “Walmursalaati urfa”, beliau berkata : ‘Hai anakku engkau telah mengingatkanku, sungguh surat itu adalah akhir surat yang aku dengar dibaca Rasulullah Saw dalam shalat maghrib. (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-99, bab mengeraskan bacaan pada Shalat Maghrib)

            Jubair bin Muth’im berkata : “Aku mendengar Rasulullah Saw membaca surat “waththuur” dalam shalat maghrib.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-99, bab mengeraskan bacaan pada Shalat Maghrib)

Bacaan dalam Shalat Isya’
            Al-Barra’ Ra berkata : “Ketika berpergian, maka (Nabi) membaca “wattini waz zaituni” pada salah satu raka’at shalat isya’.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-100, bab mengeraskan bacaan pada Shalat Isya’)

            Jabir bin Abdullah Ra berkata : “Mu’adz bin Jabal Ra sering shalat bersama Nabi Saw kemudian pergi kekampungnya untuk mengimami mereka dan membaca surat Al-Baqarah. Maka ada orang yang tergesa-gesa, hingga ia shalat sendiri dan segera pergi. Ketika Mu’adz mengetahui orang itu, ia berkata : ‘Sungguh munafiq ia.’ Ketika orang itu mengetahui bahwa Mu’adz menuduhnya munafiq, ia segera pergi memberitahu Rasulullah Saw, ‘Ya Rasulullah, kami mencari nafkah dengan tangan kami dengan cara mengembala ternak, dan Mu’adz ketika shalat semalam membaca surat Al-Baqarah. Karena aku sedang tergesa-gesa, aku shalat sendiri dengan singkat, lalu dia menuduhku munafiq.’ Maka Nabi Saw bersabda : ‘Ya Mu’adz, apakah engkau akan menyebabkan fitnah?’ Diulang sampai tiga kali. ‘Bacalah wassyamsi wa dhuhaha, sabhihisma rahbikal a’la, dan sejenisnya.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-78, Kitab Adab bab ke-74, bab orang yang tidak memandang menjadi kafir karena mengatakan kafir kepada orang lain karena mewakilinya atau karena tidak tahu)

Anjuran Agar Imam Meringankan Shalat
            Abu Mas’ud Al-Anshari Ra berkata : “Ada seseorang yang datang kepada Nabi Saw dan berkata : ‘Ya Rasulullah, demi Allah aku terpaksa mundur berjama’ah subuh karena si Fulan (imamnya) sangat panjang bacaanya.’ Abu Mas’ud melanjutkan : ‘Belum pernah aku melihat Nabi Saw dalam nasehatnya marah seperti waktu itu, kemudian bersabda : ‘Hai manusia, di antara kalian ada orang yang menimbulkan keresahan, maka siapa yang mengimami orang lain harus menyingkat, sebab diantara makmum itu ada yang tua, yang lemah, dan yang sedang ada kepentingan.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-93, Kitab Ahkam bab ke-13, bab bolehkah seorang hakim memutuskan atau memberi fatwa dalam keadaan marah)

            Abu Hurairah Ra berkata : “Rasulullah Saw bersabda : ‘Jika seorang mengimami, maka harus meringankan, sebab diantara makmum itu yang lemah, sakit, dan tua. Dan bila shalat sendiri maka boleh memanjangkan sesukanya.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-62, bab apabila shalat sendiri maka panjangkanlah shalatnya sekehendaknya)

            Anas Ra berkata : “Nabi Saw selalu mempersingkat (meringkan) shalat, namun tetap sempurna.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-64, bab menyingkat shalat dan menyempurnakanya)

            Anas bin Malik Ra berkata : “Tidak pernah aku shalat dibelakang imam yang lebih ringan dan lebih sempurna dari Rasulullah Saw bahkan pernah Nabi Saw (ketika menjadi imam) mendengar tangisan bayi, maka beliau menyegerakan shalatnya karena khawatir ibunya kerepotan.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-65, bab orang yang meringkan bacaan shalat ketika mendegar tangisan bayi)

            Anas bin Malik Ra berkata : “Nabi Saw bersabda : ‘Suatu ketika aku masuk (masjid) untuk shalat dengan niat akan memanjangkanya, tiba-tiba aku mendengar tangis anak bayi (kecil), maka aku segerakan shalatku karena aku mengetahui kerisauan ibunya karena tangis anaknya.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-65, bab orang yang meringkan bacaan shalat ketika mendengar tangisan bayi)

Melakukan Rukun-Rukun Shalat Secara Sedang Namun Tetap Sempurna
            Al-Barra’ Ra berkata : “Ketika Nabi Saw shalat, maka ruku’, sujud, duduk diantara dua sujud, dan berdiri i’tidal dari ruku’nya semua hampir sama lamanya, kecuali ketika berdiri membaca surat dan duduk tahiyat akhir.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-140, bab berdiam diantara dua sujud)

            Anas Ra berkata : “Sungguh aku akan shalat bersama kalian sebagaimana Nabi Saw shalat bersama kami.” Tsabit (yang meriwayatkan hadits ini) berkata : “Anas telah berbuat sesuatu yang tidak kalian perbuat. Jika bangun dari ruku’ (i’tidal) dia berdiri (lama) sehingga mungkin orang berkata bahwa mungkin ia lupa.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-140, bab berdiam diantara dua sujud) Yakni lupa tidak membaca sesuatu.

            Al-Barra’ bin ‘Azib Ra berkata : “Kami shalat dibelakang Nabi Saw, jika beliau membaca : ‘Sami’ Allahu hamidahu,’ maka tiada seorangpun yang membengkokkan punggunya sampai Nabi Saw meletakan dahinya ke tanah.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-133, bab sujud dengan tujuh tulang)

      ‘Aisyah Ra berkata : “Dalam ruku’ dan sujudnya, Nabi Saw selalu membaca : ‘Subhanakallahuma rabbana wabihamdika Allahummagh fir li.’ (Maha suci Engkau ya Tuhan kami, dan segala puja bagi-Mu ya Allah, ampunilah aku). (Beliau melakukan itu karena) Mengikuti tuntunan dan perintah Al-Qur’an : ‘Fa sabbih bihamdi rabbikawastagh firhu innahu kaan tawwaaba.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-139, bab tasbih dan do’a dalam sujud)

Anggota Sujud dan Larangan Mempermaikan Sesuatu Ketika Shalat
            Ibnu Abbas Ra berkata : “Nabi Saw diperintah sujud diatas tujuh anggota; yaitu dahi, kedua tangan, kedua lutut, dan kedua kaki, serta tidak menelangkupan kain, baju atau rambut.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-133, bab sujud dengan tujuh tulang)

Tatacara Sujud
            Abdullah bin Malik bin Buhainah Ra berkata : “Jika Nabi Saw sujud dalam shalat, beliau merenggangkan kedua tanganya sehingga terlihat putih ketiaknya.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-8, Kitab Shalat bab ke-27, bab menampakkan ketiak dan meranggangkanya ketika shalat)

Dinding untuk Orang yang Shalat
            Ibnu Umar Ra berkata : “Jika Nabi Saw keluar pada hari raya (untuk shalat ‘id), beliau menyuruh agar ditancapkan sejata didepan tempat imam lalu shalat menghadapnya sedang orang-orang mengikutinya dibelakangnya. Beliau juga berbuat hal yang sama ketika bepergian, maka dari situlah para gurbernur mengikuti perbuatan itu.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-8, Kitab Shalat bab ke-90, bab Sutrah Imam adalah Sutrah bagi orang dibelakangnya)

            Ibnu Umar Ra berkata : “Nabi Saw pernah memalangkan kendaraanya untuk dijadikan dinding ketika shalat.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-8, Kitab Shalat bab ke-98, bab shalat menghadap binatang tunggangan, unta, pohon, dan sejenis pelana)

            Abu Juhaifah Ra ketika melihat Bilal Adzan, dia mengikuti mulut Bilal yang menghadap ke kanan dan ke kiri. (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-10, Kitab Adzan bab ke-19, bab apakah orang yang adzan diikuti gerak mulutnya ke sana kemari)

            Abu Juhaifah Ra berkata : “Aku melihat Rasulullah Saw berada di dalam kemah dari kulit merah, dan melihat Bilal mengambil bekas air wudhu Nabi Saw, lalu aku melihat orang-orang berebutan air bekas wudhu Nabi Saw itu, maka siapa yang mendapat sedikit langsung diusapkan ke badanya, dan yang tidak dapat, maka memegang tangan saudaranya yang basah. Kemudian aku melihat Bilal mengambil tongkat kecil lalu ditancapkanya, kemudian Nabi Saw keluar dengan kain baju merah hingga terlihat betisnya, lalu berdiri menghadap tongkat dan shalat dua raka’at sebagai imam bagi para sahabat. Dan aku melihat orang-orang dan binatang-binatang lalu lalang didepan tongkat itu.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-8, Kitab Shalat bab ke-17, bab shalat mengenakan pakaian merah)

            Abdullah bin Abbas Ra berkata : “Aku datang dengan mengendarai himar betina, sedang ketika itu aku pemuda yang hampir baligh, dan Rasulullah Saw sedang shalat di Mina tanpa berdinding, maka aku berjalan di depan shaf dan melepaskan himar untuk makan, sedang aku masuk dalam shaf, dan hal itu tidak ditegur.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-3, Kitab Ilmu bab ke-18, bab kapan dipercayainya seorang anak kecil dalam mendengarkan hadits) Maksudnya; tidak ada teguran dari Nabi Saw berarti hal itu tidak dilarang.
            Abu Shalih As-Samman berkata : “Aku melihat Abu Sa’id Al-Khudri Ra pada hari jum’at sedang menghadap ke sebuah dinding. Tiba-tiba ada seorang pemuda dari Bani Abu Mu’aith akan berlalu di depanya, maka Abu Sa’id langsung mendorong dada pemuda itu, maka pemuda itu melihat Abu Sa’id dengan marah, tetapi karena tidak ada jalan melainkan di depan Abu Sa’id, maka ia kembali bermaksud lewat di depan Abu Sa’id, tetapi oleh Abu Sa’id mendorong pemuda itu lebih keras lagi, maka pemuda itu memaki Abu Sa’id, kemudian pemuda itu pergi menyampaikan kejadian itu kepada Marwan. Ketika Abu Sa’id  pergi kerumah Marwan, lalu ditanya oleh Marwan : ‘Ada apa denganmu dan bagaimana engkau ini hai Abu Sa’id?’ Abu Sa’id menjawab : ‘Aku telah mendengar Rasulullah Saw bersabda : ‘Jika seseorang sholat menghadap kedinding untuk menahan orang yang melintas di depanya, lalu ada orang yang akan melewati depanya, maka harus ditolak, jika menetang maka harus dipukul, karena dia itu setan.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-8, Kitab Shalat bab ke-100, bab orang yang shalat menolak orang yang ingin lewat di hadapanya)

            Zaid bin Khalid menyuruh Busr bin Sa’id bertanya kepada Abu Juhaim tentang apa yang telah didengar dari Rasulullah Saw mengenai orang yang berjalan di depan orang yang shalat. Abu Juhaim berkata : “Rasulullah Saw bersabda : ‘Andaikan orang yang lewat di depan orang yangs shalat itu mengetahui (betapa besar) dosanya, pasti ia akan rela berdiri menunggu hingga empat puluh, (dan itu) lebih ringan baginya dari pada lewat di depan orang yang shalat. (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-8, Kitab Shalat bab ke-101, bab dosa orang yang lewat dihadapan orang yang shalat) Abu Nazir meriwayatkan dari Busr berkata : “Aku tidak mengetahui apakah empat puluh haru atau bulan atau tahun.”

Orang yang Shalat Harus Mendekat ke Dinding di Depanya
            Sahl bin Sa’ad berkata : “Diantara letak berdirinya Nabi Saw dalam shalat dengan dinding yang di depanya itu sekadar dapat dijalani oleh kambing. (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-8, Kitab Shalat bab ke-91, bab jarak yang layak antara orang yang shalat dengan sutrahnya) Maksudnya; jaraknya yang sangat dekat sehingga diumpamakan sekedar bisa dilewati oleh kambing.

            Salamah Ra berkata : “Dinding masjid di dekat mimbar itu hampir tidak dapat dilewati oleh kambing.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-8, Kitab Shalat bab ke-91, bab jarak yang layak antara orang yang shalat dengan sutrahnya)
           
            Yazid bin Abu Ubaid berkata : “Aku datang ke masjid bersama Salamah bin Al-Akwa’ Ra lalu ia shalat di dekat tiang sebelah mushaf, maka aku bertanya : ‘Hai Abu Muslim, aku perhatikan engkau selalu shalat di dekat tiang iniR?’ Jawab Salamah Ra : ‘Karena aku telah melihat Nabi Saw selalu shalat disitu.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-8, Kitab Shalat bab ke-95, bab shalat menghadap ke tiang)

Melintang di Depan Orang yang Shalat
            ‘Aisyah Ra berkata : “Nabi Saw pernah shalat sedang aku (berbaring) melintang diatas tempat tidur di depanya (diantaranya) dengan qiblat, seperti jenazah yang melintang.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-8, Kitab Shalat bab ke-22, bab shalat menghadap kasur)
           
            ‘Aisyah Ra berkata : “Nabi Saw pernah shalat sedang aku tidur melintang di tempat tidur, dan ketika beliau akan shalat witir, beliau membangunkan aku untuk shalat witir.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-8, Kitab Shalat bab ke-103, bab shalat dibelakang orang yang tidur)

            Masruq berkata : “Ketika diceritakan kepada ‘Aisyah Ra bahwa hal yang dapat  membatalkan (memutuskan) shalat adalah anjing, himar, dan wanita. Maksudnya; jika salah satunya berlalu di depan orang yang shalat. ‘Aisyah Ra berkata : ‘Kalian menyamakan kami dengan himar dan anjing! Demi Allah aku telah melihat Nabi Saw shalat sedang aku berbaring melintang di atas ranjang diantaranya dengan qiblat, lalu aku ada keperluan dan aku enggan untuk duduk karena akan menganggu shalat beliau, maka aku turun dari sisi kakinya.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-8, Kitab Shalat bab ke-105, bab orang yang berkata, “Tidak ada sesuatu pun yang memutuskan shalat)
            ‘Aisyah Ra berkata : “Aku pernah tidur didepan Rasulullah Saw sedang kakiku tepat di qiblatnya, maka jika Nabi sujud, beliau menusuk kakiku dengan tanganya sehingga tarik kakiku. Dan ketika beliau berdiri, aku bujurkan kembali kakiku, dan ketika itu di rumah-rumah tidak ada lampu.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-8, Kitab Shalat bab ke-104, bab Shalat Sunat di belakang perempuan)

            Maimunah Ra berkata : “Nabi Saw pernah shalat sedang aku di hadapanya, dan aku ketika itu sedang haidh dan pernah juga baju beliau tersentuh padaku ketika aku sujud.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-8, Kitab Shalat bab ke-19, bab jika orang yang shalat mengenai isterinya ketika sujud)
           



Jangan Memandang Orang Lain karena Ia Tampak Hina dan Sesat
“Pada suatu ketika, seekor anjing mengelilingi sebuah sumur. Hampir-hampir anjing itu mati kehausan. Tiba-tiba seorang perempuan pelacur bangsa Bani Israil melihatnya. Maka, dilepaslah sepatunya, kemudian diambilkan air dengan sepatunya, lalu anjing yang hampir mati itu diberinya minum. Maka Allas Sw. Mengampuninya dengan sebab itu.”  Dalam riwayat Bukhari disebutkan bahwa perempuan itu penuh dengan rasa iba dan kasih sayang mengikat sepatunya dengan kain penutup kepalanya : “Segera ia lepas sepatunya, dan ia ikat dengan kain penutup kepalanya, ia ambilkan air untuk anjing itu, maka Allah ampuni dengan sebab itu.” (Kisah yang dituturkan Rasulullah Saw yang diriwayatkan dalam hadits Bukhari dan Muslim).

Riwayat ini mengajarkan kepada kita untuk tidak merasa lebih tinggi atau mulia ketimbang pelaku maksiat karena boleh jadi pelaku maksiat itu melakukan kebaikan yang menyebabkannya diampuni oleh Allah dan membuatnya mendapatkan surga, dan boleh jadi pelaku kesalehan melakukan dosa yang menyebabkannya mendapat azab Allah.

“Jangan mencar-cari kesalahan orang lain. Jika engkau menemukan kesalahan mereka, Allah dapat mengambil kesalahan mereka dan memindahkanya kepadamu”

Jangan memandang diri ini lebih baik dari yang lain boleh jadi mereka lebih baik dari kita dan boleh jadi diri kita lebih hina dari mereka. Semoga kita selalu dilindungi Allah dari hal ini.