Tersesal berusaha besabar menghadapi kenyataan, sebuah emosi yang tak tertuang dalam sebotol air minum, kucoba menghilangkan dahaga dengan sebotol air itu, mengalir seketika didalam tenggorokanku merasa bahagia atas kenikmatan dan keindahan yang aku rasakan, saat udara terasa panas, saatku tak mempunyai lagi air yang akan menyejukan tenggorokanku , yang kuhabiskan dalam satu waktu, meyesal telah meminumnya, menyesal telah mengenalnya.
Andaikan aku adalah seoran Dewa akan kuputar balik waktu seiring perputaran waktu sebelumnya, dan tinggal didalam dunia dimana hanya ada aku sendiri yang bertahan dalam kesedihan. Bercak darah diatas pisau mengkilap, mengingatkanku kenangan dua bulan yang lalu, aku membunuh semua yang kumiliki, perasaan, jiwa, estitika, hingga aku tak kenal siapa diriku ini.
Tetesan darah itu jatuh, bercampur air putih, diatas meja, mencemari setiap warna yang bening, merusak sistem saraf, membebani hati yang berat, menyebar kesetiap pembuluh darah, hingga aku terjatuh, terhepas diatas lantai coklat, kamar belakang rumah.
Aku meminum air yang bercampur darah, mataku melihat semua hal itu, tapi aku hanya ingin merasakan kenikmatan dari segelas air, mungkin inilah yang disebut dengan nafsu, aku membiarkan diriku teramat menyayangimu hingga aku sendiri membiarkan diriku merasakan air yang menyebar disetiap pembuluh darah, dan menghambat peredaranya, membiarkan aku terdiam kaku ditengah kesedihan.
`Dua bulan yang lalu saatku merasakan dan menemukan air itu (disebuah sumur tua belakang rumah), hal yang tak pernah terpikirkan, terbayangkan, air itu terasa manis dilidahku, menyejukan tubuhku, menlancarkan denyut nadiku yang hampir berhenti, ia memberikan kenikmatan, suplai tenaga bagi tubuhku yang lemah, kuluangkan setiap pagiku, waktuku untuk meminumnya hingga terlena seperti sekarang.
Setiap hariku selalu bahagia setelah meminumnya, air itu memberikan ku inpirasi di setiap tulisanku yang terukir diatas meja kayu, kamar belakang rumah. Pagi itu sekitar pukul 05.20 aku mengintip dari sela-sela jendela kamarku, seseorang beridiri ditengah dinginya udara fajar, mataku tak sampai melihat kesana, pandanganku hitam, hanya terlihat seseorang berdiri pinggiran sumur tua, aku sangat ingin tahu siapakah dia?, tapi mataku terasa sakit, jiwaku merasa penasaran, hatiku merasa was-was dengan apa yang didapati mataku, Kreeek,,,kreeek aku mendengar  suara itu berapa kali, suara yang berasal dari sumur, suara pengerek air, hal yang tak pernah kuinginkan sebelumnya, jika seorang datang untuk menikmati air itu, seketika hatiku remuk dengan hal itu, aku selalu mendatanginya (sumur tua), membersihkanya, berbagi cerita dengannya, tapi yang kudapati ia telah diminum oleh orang lain, ia berbagi kesejukan dengan orang itu, orang yang dahulu pernah melupakanya, mengecewaknya (sumur tua) yang sekarang datang kembali untuk merasakan kesejukan yang dahulu pernah ia berikan.
Analisaku tak sampai disitu aku terdiam sejenak dalam kamar tua ini dengan dinding kayu yang hampir runtuh, belasan kertas koran menghiasi dinding tua ini, suara keras menggelegar menghantam dunia yang kutempati, mengejutkan tubuhku yang tertidur diatas meja kamar, tersetak aku karenanya bangun dan kebingungan kepada siapakah aku kembali, mataku tertuju pada sumur tua didepan kamar, ia masih seperti yang dulu, rintik air hujan membasahi setiap tubuhan hijau, tetesan air menyejukan tanaman hijau mengisi mineral tumbuhan menjadi sumber makanan, kupandangi ia terlihat begitu indah dari sini, dengan rintikan hujan membasahinya.
Aku duduk terdiam memandanginya berpikir hal itu akan tetap utuh selamanya, dahulunya sumur itu adalah sumur yang tak terpakai hingga aku menemukannya, yang kudapati ia adalah pemberi energi kehidupan, pemberi sebuah rasa yang membekas, dahulunya ia pernah dimiliki seseorang yang tak kukenal, hingga ia kutemukan kembali tertutupi pepohan dan rerumputan, airnya penuh dengan dedaunan kering, kini aku dapat memandanginya dengan penuh rasa, ia terlihat begitu indah, airnya terasa manis dilidah, tak ada yang dapat menyangkal semua ini, ini adalah kenikmatan yang telah tuhan berikan padaku.
Berlari keluar, hatiku mengatakan aku harus seperti ini, kursi kayu yang semula aku berada disana kutinggalkan seketika, perlahan aku merasakan air yang datang dari atas kepala, membasahi seluruh tubuhku, mendinginkan hatiku yang tersiksa yang diam dalam keingin tahuan, aku hanya ingin merasakan apa yang akan aku rasakan sebelum aku merasakanya, saat sumur tua itu diambil kembali pemiliknya, dan saat ia masih menginginkan pemiliknya merawatnya mengasihinya, membersihkan dedaunan darinya hingga ia terlihat indah lebih dari sebelumnya, aku akan bahagia jika benar itu terjadi, aku hanya seorang anak manusia yang tak tahu cara untuk menyayanginya.
Keesokan harinya saat hujan semalam telah berhenti udara dingin menyapa tubuh ini, membangunkanku dengan dingin sampai kesumsum. Pukul 03.13 saat semuanya tertidur, saat dinginnya malam bercampur dengan hujan yang mulai mereda, kucoba membuka sedikit tabir kamarku dengan lampu yang dimatikan, aku melihat sesorang itu menyapu semua sampah dedaunan dipinggiran sumur tua itu, ia membasuh wajahnya, sejenak meminum airnya, senyum kecil diwajahku, bahagia tak terduga ia (tuan pemilik sumur) sepertinya iya datang kembali dengan penuh ketulusan, aku hanya berharap ia benar-benar ingin merawatnya memberikan warna baru dikehidupanya (sumur tua), tapi itu tak sesuai denga yang kurasakan hatiku berkata sebaliknya. Tak masalah bagiku jika aku harus berbagi air dengan pemilik aslinya (sumur tua), satu kata didalam hatiku aku bisa tetap memandanginya dari balik jendela ini, merawatnya, bahkan berbagi kebagiaan dengannya, tapi itu adalah ucapan sementara merupakan emosi sesaat untuk menutupi kesedihan yang kurasakan.
Beberapa hari kemudian, didalam ruangan yang sama dengan suasana, perasaan yang sama, dan suhu yang berbeda, saat panas mentari sore masuk kedalam kamarku, aku berpikir perasaan ini seperti sebuah lingkup atom yang terdiri dari, Nucleus, Electoron, Proton, saling terikat antara satu sama lain berlari saling mengikuti dimana mereka berada dalam satu sisi yaitu atom atau bisa disebut sebagai manusia. Saling berharap satu sama lain tanpa memikirkan ada seseorang dibelakang sana yang mengikuti jejak langkahnya.
Gelas putih diatas meja kamar airnya bening mengajaku untuk meminumnya kembali, harapan kecilku air itu adalah air tanpa O2 (air raksa), aku akan datang kepadanya meminumnya segera membiarkan tenggorokanku terbakar, lambungku terasa meledak-ledak, aliran darahku meningkat, hingga hati ini terasa mati meleleh  bersama air raksa yang kuminum, tapi khayalku terhenti itu adalah air yang pernah menyejukan hatiku yang kuambil dari sumur depan kamarku beberapa minggu yang lalu, sebelum pemiliknya datang kembali.
Kini aku hanya dapat memandanginya tanpa bisa menyentuhnya, sebuah perasaan yang menghalangiku untuk  bergerak, terkadang sumur itu terlihat kotor tapi Ya! Aku hanya dapat memandanginya, karena sebenarnya ia bukan miliku, aku hanya bisa memberikan yang terbaik hingga hal itu terbuang. Satu pelajaran yang ku dapat "KAU TETAP YANG TERINDAH, KARENA SATU UNTUK ALASAN WALAU ITU BURUK KU CINTA SEMUA WALAUPUN KAU TAK BERBENTUK", aku akan selalu memperhatikanmu walaupun mataku terasa sakit percayalah dengan hal itu, kau dengannya bagai air mineral tanpa O2 yang tak mungkin terjadi dan tak mungkin terpisahkan.